Pemerintah kini tengah gencar menyiapkan pasokan susu di dalam negeri untuk menyukseskan program pemberian susu gratis bagi siswa-siswi di tanah air yang diinisiasi oleh pemerintahan presiden terpilih. Untuk memenuhi kebutuhan susu dalam program tersebut, tentunya peternak sapi perah dalam negeri membutuhkan banyak pedet atau anak sapi berjenis kelamin betina yang dapat digunakan sebagai replacement indukan sehingga nantinya pemerintah dapat mengurangi impor sapi bibit. Tersedianya pedet betina dengan kualitas unggul tentunya akan memecahkan permasalahan di masyarakat peternak karena mampu meningkatkan populasi dan mutu genetik sehingga akan berdampak pada meningkatnya produksi susu secara nasional.
Sejalan dengan itu, lima mahasiswa lintas disiplin ilmu yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) berhasil mengembangkan alat untuk memisahkan sperma yang membawa sifat kelamin anakan sapi perah. Nantinya jenis kelamin yang dilahirkan dapat disesuaikan dengan keinginan peternak. Tim PKM-KC yang terdiri dari Diva Aurellia Mahsanabila (Kedokteran Hewan 2021), Nuhita Aunilah (Teknik Biomedis 2021), Lukas Ivander Mario Andrean (Kedokteran Hewan 2022), Farhan Rahmat (Teknologi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol 2023), dan Ahmad Aziz Adyatma Salman (Teknik Mesin 2022) ini didampingi oleh drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D., yang memiliki keahlian di bidang reproduksi ternak.
BoXing, alat yang Tim PKM-KC kembangkan, memang masih dalam bentuk prototype atau purwarupa, tetapi sudah bisa digunakan secara fungsional. Inovasi ini diharapkan menjadi terobosan baru yang dapat dikembangkan di industri sapi perah untuk mendapatkan pedet berjenis kelamin betina. “Proyeksi kebutuhan susu Indonesia ini perlu dibarengi dengan inovasi yang dapat meningkatkan efisiensi inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan sperma dari pejantan unggul yang sudah dilakukan pemisahan. Jadi jenis kelamin anakan dapat disesuaikan,” tegas Diva selaku ketua tim.
Ide yang dibawa oleh Tim PKM-KC adalah teknologi pemisahan sperma dengan memanfaatkan sifat dielektris dari sperma. Sperma yang membawa jenis kelamin betina memiliki panjang kepala dan ketebalan membran yang lebih besar dibandingkan sperma yang membawa jenis kelamin jantan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap respon yang dihasilkan akibat medan listrik yang diterapkan. Dengan demikian, dalam medan listrik yang tidak homogen, sperma yang membawa jenis kelamin betina (X) dan sperma yang membawa jenis kelamin jantan (Y) akan menghasilkan respon berupa menjauhi elektroda sperma X dan mendekati elektroda sperma Y.
“Perbedaan respons inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai prinsip utama dalam sexing sperma sapi perah,” ujar Lukas Ivander, salah satu anggota tim.
Lebih lanjut, Lukas menjelaskan, dengan prinsip tersebut, perakitan BoXing menerapkan metode Dielektroforesis-Mikrofluida yang diintegrasikan sehingga membentuk Lab-on-a-chip (LoC). Tim PKM-KC berharap agar prototype BoXing ini mampu dikembangkan lebih lanjut guna meningkatkan efisiensi program IB dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang veteriner, sehingga dapat membantu pihak-pihak terkait dalam melakukan pemisahan sperma untuk mendapatkan anakan ternak unggul yang diinginkan.
Penulis: Triya Andriyani