Lima mahasiswa UGM yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa mengembangkan aplikasi satu pintu layanan kesehatan berbasis herbal guna memperkuat ketahanan kesehatan keluarga pascapandemi. Aplikasi yang dinamai Herbacare ini mampu mendeteksi lokasi fasilitas kesehatan (faskes) terdekat penyedia layanan TCAM (traditional complementary alternative medicine) dan memungkinkan janji temu dengan dokter, spesialis, maupun tenaga kesehatan tradisional (Nakestrad) ahli.
“Aplikasi ini memungkinkan terapi TCAM dilakukan di faskes terdekat, maupun kunjungan ke rumah atau layanan homecare,” kata Fitriana Aulia Sabila Eka Putri, salah satu anggota tim yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK).
Indonesia, sebagai negara dengan biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil memiliki 9.600 spesies tanaman obat yang sudah diidentifikasi. Sayangnya, hanya 200 spesies saja yang digunakan oleh industri obat tradisional dalam pembuatan produk herbal. Padahal, Indonesia dengan keanekaragamannya yang tinggi seharusnya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri obat tradisional. melalui aplikasi ini, para mahasiswa berupaya menjembatani kesenjangan tersebut.
Herbacare, terang Fitriana, memiliki fitur EduTCAM sebagai media pembelajaran berbasis virtual reality yang mengintegrasikan lingkungan di dunia nyata dengan dunia maya. Melalui fitur ini para pengguna Herbacare dapat mempelajari peran berbagai jenis produk herbal bagi kesehatan, khususnya dalam terapi komplementer dan terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit-penyakit yang sudah tidak lagi bisa disembuhkan.
“Selain metode edukasi konvensional, tim kami juga mulai merancang desain herbaverse, sebuah virtual reality yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran TCAM dan herbal berbasis teknologi. Melalui upaya digitalisasi semacam diharapkan TCAM dan penggunaan herbal Indonesia semakin maju dan mendunia,” kata Fitriana.
Aplikasi ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah produk herbal yang ditemukan di pasaran sudah teregistrasi BPOM. Hal ini dimungkinkan oleh teknologi artificial intelligence dan bank data yang digunakan dalam aplikasi. Dengan maraknya peredaran produk ilegal yang rentan mengandung campuran bahan kimia obat (BKO) yang membahayakan kesehatan, fitur ini diharapkan dapat melindungi masyarakat dan konsumen dari efek bahaya produk semacam itu.
Di samping Fitriana, mahasiswa lain yang terlibat dalam pengembangan aplikasi ini adalah Rasyid Kusnady, Devrangga Hazza Mahiswara, dan Pudyasta Satria Pinandhita, yang merupakan mahasiswa Sekolah Vokasi UGM, serta Vicky Rian Saputra dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL).
Tim ini mendapat dukungan dari Pusat Kedokteran Herbal UGM, dengan Dr.rer.nat.Apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc sebagai dosen pendamping bersama sejumlah dosen pakar seperti Prof. Mae Sri Hartati W, Apt, M.Si dari Departemen Farmakologi dan Terapi serta dr. Nur Arfian dari Departemen Anatomi yang telah berkecimpung dalam bidang media ajar, big data, dan herbal medicine.
Menurut Arko, aplikasi yang dirancang para mahasiswa merupakan jawaban atas kebutuhan informasi kesehatan di masa depan. Seiring dengan pesatnya perkembangan digitalisasi, produk aplikasi semacam ini menurutnya sangat penting untuk mulai dikembangkan. “Bukan hanya memperkuat ketahanan kesehatan keluarga, bahkan sangat mungkin menjadi bridging gap layanan kesehatan dengan tingginya permintaan masyarakat,” tuturnya.
Selain diikutsertakan dalam PKM, tim ini rencananya juga akan mengajukan aplikasi rancangan mereka dalam berbagai kompetisi bisnis dan inkubasi. “Langkah selanjutnya yang akan kami tempuh adalah mentransformasi ide karsa cipta ini menjadi sebuah bisnis startup sehingga manfaatnya tidak hanya berhenti setelah PKM selesai, tetapi dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang akan menjadi pengguna aplikasi ini,” imbuh Vicky.
Penulis: Tim PKM Herbacare
Editor: Gloria