Pembelajaran seks untuk usia dini masih menjadi pembahasan yang tabu di kalangan orang tua. Padahal, edukasi seks diperlukan sebagai salah satu upaya preventif dalam merawat organ reproduksi dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada anak sebelum memasuki masa pubertas. Kali ini, Tim Mahasiswa UGM melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) berinovasi membantu orang tua memberikan edukasi seks pada anak-anak.
Tim ini beranggotakan lima orang mahasiswa dari program studi yang berbeda-beda, yakni Vicky Rian Saputra (Departemen Politik dan Pemerintahan), Shahrin Nuri Ramadhani (Psikologi), ‘Aisyah Khayyiratunnisa (Psikologi), Muhammad Burhanudin Bachtiar (Teknik Industri),dan Devrangga Hazza Mahiswara (Teknologi Rekayasa Perangkat Lunak). Karya inovasi dari tim ini dinamakan “Magic Box: Petualangan Ajaib” yang merupakan permainan papan berisi edukasi seks. Permainan ini sengaja dibuat dan dikemas dengan nuansa menyenangkan untuk menghilangkan stigma tabu edukasi seks di usia dini.
Menurut Vicky selaku ketua tim, latar belakang produk inovasi ini dimulai dari keresahan akan kurangnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya edukasi seks dini. “Kami membuat board game dan aplikasi ini karena keresahan kami akan kurangnya perhatian masyarakat tentang pendidikan seks, bahkan ada segelintir yang menganggap ini tabu.” tutur Vicky kepada wartawan, Kamis (22/8).
Riset yang dilakukan Vicky dan kawan-kawan menunjukkan urgensi kuat dalam menghilangkan stigma tabu pada edukasi seks. Survei menyebutkan, sebesar 85% anak kelas 5 SD di suatu sekolah terpapar konten pornografi, dan 57% dari mereka pernah sengaja membuka konten pornografi di YouTube. Bahkan, beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual pernah terjadi dan dilakukan oleh anak berusia lima tahun pada teman sebayanya. “Bentuk nyata munculnya kasus tersebut mengindikasikan rendahnya pemahaman edukasi seks pada anak-anak Indonesia,” paparnya.
Edukasi seks sebenarnya membantu anak memahami adanya batas-batas dan larangan terkait paparan pornografi di media digital. Namun orang tua seringkali mengkhawatirkan anak-anak justru akan merasa “penasaran” untuk mengakses konten tersebut dibanding bertindak sebagai upaya preventif. “Board game ini kami susun dengan dibimbing oleh ahlinya yakni pembina kami yang berasal dari Fakultas Psikologi UGM dengan menggunakan metode Family Strength Framework,” ujar Shahrin, anggota tim.
Board game ini terdiri dari papan permainan berukuran 40×40 cm, lima bidak, satu set kartu BEE, satu set kartu JOY, dan dua dadu permainan. Magic Box ini dilengkapi dengan puzzle, pop-up story book, dan kartu untuk memudahkan orang tua dalam mengedukasi anak secara interaktif. Permainan terintegrasi dengan aplikasi yang berisi konten edukasi dan fitur konsultasi. Rencananya, aplikasi tersebut dapat menghubungkan pengguna dengan para ahli psikolog anak dalam layanan konsultasi. “Harapannya, karya tim ini dapat merubah stigmatisasi negatif dan memudahkan orang tua mengajarkan edukasi seks pada anak sedini mungkin,” kata Sahrin.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson