Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai dijalankan pemerintah sejak Januari 2025 masih menghadapi berbagai tantangan di lapangan. Meski diharapkan mampu mengatasi masalah malnutrisi nasional dan stunting anak usia sekolah, data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting 2024 masih berada di angka 19,8%. Di sisi lain, implementasi program MBG mengalami kendala seperti menu yang kurang sesuai selera anak, kualitas makanan yang tidak konsisten, hingga meningkatnya food waste. Kondisi ini menegaskan perlunya pendekatan yang lebih sistematis untuk pemenuhan gizi yang berkelanjutan.
Menanggapi permasalahan tersebut, tim Program Kreativitas Mahasiswa – Video Gagasan Konstruktif (PKM-VGK) Universitas Gadjah Mada yang diketuai oleh Muhammad Afnand Kabhila, bersama anggota Fauzi Septriantoro, Muhammad Rizky Khoirul Amar, Safira Mahardika Rahayu, dan Muhammad Firdaus Ar Riza, merancang Sustainable Integrated Kitchen System (SIKE). Inovasi berupa dapur pintar berbasis Artificial Intelligence (AI) ini dirancang untuk mengoptimalkan pelaksanaan program MBG sekaligus mengolah limbah makanan menjadi energi terbarukan. Berkat gagasan tersebut, tim bimbingan Ni Nyoman Nepi Marleni, S.T., M.Sc., Ph.D., berhasil lolos ke PIMNAS ke-38.

Afnand menjelaskan bahwa program MBG merupakan langkah penting pemerintah, namun penyelenggaraannya masih menghadapi hambatan dari aspek selera anak hingga manajemen logistik. Akibatnya, sisa makanan kerap meningkat dan memperburuk persoalan food wasting. Ia berharap SIKE dapat hadir sebagai solusi end-to-end untuk menjawab masalah tersebut. “SIKE kami rancang sebagai solusi end to-end untuk memutus paradoks ini, memastikan gizi tersampaikan dengan baik dan tidak ada yang terbuang sia-sia,” ujarnya, Rabu (19/11).
Lebih lanjut, Afnand memaparkan bahwa SIKE bekerja melalui dua level prioritas utama. Prioritas pertama merupakan optimalisasi menu dan rantai pasok, yang didukung AI untuk mengelola stok bahan baku secara real time dan menganalisis kebutuhan gizi siswa berdasarkan preferensi dan ketersediaan pangan lokal. Prioritas kedua berfokus pada manajemen limbah melalui konsep ekonomi sirkular. Setiap sisa makanan dipantau dengan sensor berat (load-cell), lalu data tersebut diolah AI sebagai umpan balik untuk evaluasi menu. “Puncaknya, limbah sisa dari tahap penyajian akan diolah menjadi energi biogas. Energi ini kemudian akan digunakan kembali untuk proses pengolahan di dapur MBG. Ini adalah siklus tertutup yang sesungguhnya,” jelasnya.
Dalam upaya memperluas dampak, tim PKM SIKE merilis konsep ini melalui video gagasan konstruktif di kanal YouTube, Instagram, dan TikTok resmi tim. Video tersebut mengangkat alur dramatis tentang siswa yang pingsan akibat menu MBG yang tidak sesuai, kemudian mengenalkan SIKE sebagai solusi komprehensif bagi perbaikan program. Konten publikasi ini mendapat respons positif dan telah ditonton lebih dari 146.000 kali di Instagram. “Kami berharap gagasan ini dapat terus dikembangkan dan menjadi cetak biru pelaksanaan MBG yang lebih efektif dan berkelanjutan,” pungkas Afnand.
Penulis: Cyntia Noviana
Editor: Triya Andriyani
Foto: Liputan 6 dan Dok. Tim PKM SIKE
