Anggrek hitam memiliki nama ilmiah Coelogyne pandurata Lindl. Anggrek ini merupakan flora endemik langka dari Indonesia dan hanya dapat dijumpai di Kalimantan Timur serta Papua. Keistimewaan anggrek ini terletak pada labellumnya yang berwarna hitam dengan garis-garis hijau dan berbulu serta perhiasan bunga berwarna hijau dengan kelopak berbentuk segitiga. Anggrek ini bernilai ekonomis tinggi sebagai tanaman hias dan koleksi tanaman langka. Sayangnya, proyek pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur meningkatkan tingkat kepunahan di alam. Padahal, anggrek ini dikategorikan Apendiks I menurut Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) dan flora yang dilindungi di Indonesia.
Untuk menjaga kelestarian anggrek hitam dari ancaman kepunahan, tiga orang mahasiswa dari Fakultas Biologi UGM yang terdiri dari Anisa Dewi Rahayu, Lathief Al Umami, dan Shiddharta Arya Anggoro Cen dengan dosen pendamping Prof. Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc. melakukan konservasi ex situ dengan mikropropagasi melalui teknologi berupa Temporary Immersion Systems (TISs).
Anisa Dewa Rahayu dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (10/10), mengatakan Temporary Immersion System atau sistem perendaman sesaat berbasis bioreaktor ini tergolong metode mutakhir untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan anggrek hitam. “Kelebihannya antara lain, tidak perlu disubkultur, aerasi optimal, dan mencegah hiperhidrisitas. Inovasi sistem TISs terintegrasi sensor dapat mempermudah dalam kontrol parameter lingkungan seperti pH, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan gas karbon dioksida,” kata Anisa.
Anisa menjelaskan bahwa pengaplikasian TISs terintegrasi sensor yang telah dilakukan terhadap anggrek hitam di Laboratorium Bioteknologi Biologi UGM terbukti dapat mempercepat pertambahan parameter pertumbuhan. “Pengaplikasian alat ini dapat menginisiasi pengembangan upaya konservasi ex situ secara modern dan efisien pada tanaman lainnya yang terancam punah, hingga produksi tanaman yang lebih berkualitas dengan biaya produksi yang minimal,” jelasnya.
Semenatra Lathief mengatakan bahwa pengembangan alat TISs menggunakan sensor real time untuk memudahkan kontrol parameter lingkungan. “Hasil dari pengukuran sensor terhadap kondisi parameter lingkungan ditampilkan dalam LCD display,” paparnya.
Shiddharta, anggota tim lain, menuturkan desain ruang inkubasi di bagian atas TISs sebagai tempat eksplan serupa biji hingga planlet dapat diatur secara fleksibel sesuai kebutuhan tanpa perlu memodifikasi sistem sensor dan aktuator.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : orcidplantcare.info