Lima mahasiswa UGM berhasil mengembangkan alat pendeteksi kebakaran hutan dan lahan yang diberi nama Saveforest.ai. Saveforest.ai didesain sebagai alat pendeteksi kebakaran hutan dan lahan berbasis artificial intelligence.
Alat pendeteksi kebakaran hutan dan lahan ini menggunakan berbagai sensor gas dan thermal camera. Alat ini dikembangkan sebagai salah satu terobosan teknologi yang sejalan dengan SDGs nomor 13 tentang “Tindakan untuk Iklim”.
“Selama ini penanganan kebakaran hutan dan lahan umumnya dilakukan secara manual dengan teropong maupun patrol darat karena terbatasnya sumber daya dan medan yang sulit, selain itu penggunaan citra satelit cukup mahal dan lambat dalam mendeteksi asap,” ujar Muhammad Hasani selaku ketua tim, di Kampus UGM, Jumat (13/10).
Selain Muhammad Hasani masiswa Elektronika dan Instrumentasi angkatan 2020, keempat mahasiswa lainnya yang tergabung dalam tim pengembangan alat deteksi kebakaran antara antara lain Fiana Eka Aprilia (Kehutanan 2020), Aisha Salsabilla (Elektronika dan Instrumentasi 2020), Muhammad Luthfi Harwidjaya, dan Diandra Rizky Yodatama (Elektronika dan Instrumentasi 2021). Tim ini sebenarnya adalah Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) yang berada di bawah bimbingan Dr. Danang Lelono, S.Si, M.T.
Hasani menjelaskan dengan pengembangan alat deteksi kebakaran memungkinkan deteksi dini dan pemantauan secara mandiri. Apa yang dikembangkan Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) UGM diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong tindakan pencegahan tepat waktu.
“Tentu saja pada akhirnya akan memberikan manfaat jangka panjang dalam mengurangi dampak ekologis dan ekonomi dari kebakaran hutan dan lahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hasani memaparkan prototype Saveforest.ai berupa electronic-nose menggabungkan mikrokontroller Teensy 4.0 sebagai pemroses data sensor dan Raspberry Pi untuk menjalankan algoritma AI serta mengirimkan data realtime ke database server. Alat ini memanfaatkan thermal camera untuk mendeteksi titik panas, lalu sensor gas akan melakukan validasi terjadinya kebakaran dan jenis tanah yang terbakar.
Prototype akan terhubung dengan dashboard Saveforest.ai berbasis web yang dibuat menggunakan NodeJs pada backend dan ReactJs pada frontend. Metode komunikasi yang digunakan pada backend dan frontend menggunakan MQTT sehingga didapatkan sistem publish dan subscribe dari frontend dan backend. Data yang sudah diproses akan ditampilkan pada dashboard dari GCS untuk dilakukan monitoring.
“Pengujian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pengujian E-Nose secara groundtest untuk mendeteksi sensor dapat bekerja dengan baik, uji terbang UAV, dan pengujian koordinasi setelah perangkat E-Nose dan UAV digabungkan. Hasil uji Saveforest.ai bisa dibilang cukup baik dan bahkan melebihi ekspektasi kami,” terangnya.
Hasil uji alat memperlihatkan prototype dapat mendeteksi gas dan panas secara akurat dan dapat mengirimkan data secara langung pada dashboard monitoring. Selain itu, penerapan SaveForest.ai dan penelitian yang berkelanjutan dapat mendorong kemajuan teknologi kecerdasan buatan, khususnya dalam bidang pelestarian lingkungan dan pengelolaan bencana.
Penulis : Agung Nugroho