Kotoran sapi tidak hanya potensial dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organik atau pupuk kompos, namun di tangan mahasiswa kotoran sapi juga disulap menjadi batako yang mereka namakan Batako Bawono.
Program pembuatan “Batako Bawono” diinisiasi oleh kolaborasi tiga program studi UGM, yakni Teknologi Veteriner, Ilmu dan Industri Peternakan, dan Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil. Tim beranggotakan Dinda Ramadhan, Zaenal Arif, Nauziyah Azuardini, Yossi Dyah Listiana, dan Muhammad Rakan Arrandhi ini berada di bawah bimbingan Dosen Fakultas Peternakan, Ir. Annisa’ Qurrotun A’yun, S.Pt., M.Sc., IPP.
Tim mahasiswa UGM melakukan inovasi pemanfaatan limbah peternakan ini dengan menggandeng Karang taruna Padukuhan Kulwaru, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan pemberdayaan dilakukan dengan sosialisasi pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk diolah menjadi batako. “Program ini berhasil menarik atensi masyarakat dan menerima respon positif sebagai salah satu inovasi,” kata Dinda dalam keterangan kepada wartawan, Senin (19/8).
Dinda menjelaskan, masyarakat Padukuhan Kulwaru banyak mengalami kendala dalam mengolah limbah kotoran sapi. Padahal daerah ini merupakan salah satu desa dengan pemanfaatan ekonomi pertanian dan peternakan yang tinggi. “Limbah kotoran sapi yang dihasilkan setiap hari belum diproses dengan baik, sehingga menyulitkan warga untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan asri,” ujarnya.
Dikutip dari profil Padukuhan Kulwaru, kata Dinda, mayoritas masyarakat sebanyak 80% penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak. Terdapat berbagai jenis ternak yang dikembangkan di desa ini, seperti sapi, kambing, ayam, lele, nila, gurame, dan lain-lain. Masyarakat juga sudah mengenal tentang pengolahan limbah kotoran sapi berupa pupuk organik. “Sayangnya, solusi tersebut belum cukup untuk mengolah seluruh limbah kotoran sapi yang dihasilkan,” jelasnya.
Menurut perhitungan dari tim mahasiswa, seekor sapi rata-rata bisa menghasilkan 8-10 kilogram kotoran per ahri, atau setara dengan 2,6-3,6 ton per tahun. Artinya, kawasan peternakan bisa menghasilkan lebih dari 100 kilogram limbah per hari. Inovasi batako dari kotoran sapi hadir sebagai alternatif baru pengolahan limbah tersebut. Sedangkan untuk produksi batako bawono dapat menyerap sebanyak 61,8% kotoran dari total limbah yang dihasilkan setiap hari.
Inovasi ini tentunya menjadi alternatif baru yang disambut baik oleh masyarakat Padukuhan Kulwaru. Melihat respon positif dari masyarakat, Dinda dan tim berkomitmen melakukan pemberdayaan masyarakat lanjutan dalam Program Batako Bawono ini. Nantinya, Karang Taruna Karya Muda Wetan yang mengikuti program secara aktif akan dibina untuk membangun usaha dan bisnis batako bawono. Selain itu, rencananya Karang Taruna juga menjadi pusat pembelajaran pembuatan batako berbahan dasar limbah kotoran sapi yang ada di Yogyakarta.
Inovasi dan pemberdayaan masyarakat dalam Program Batako Bawono ini telah mendapat rekognisi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian pada Masyarakat.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson