Provinsi DKI Jakarta dikenal sebagai provinsi terpadat di Indonesia dengan angka kepadatan mencapai 15.978 jiwa/km² yang disebabkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk yang cepat yaitu sebesar 0,57% pada tahun 2021. Apalagi mobilisasi atau pergerakan penduduk semakin tinggi dikarenakan status kawasan metropolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) sebagai pusat bisnis dan pemerintahan yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan kemacetan, pencemaran lingkungan, bahkan pemborosan energi.
Tingginya penggunaan kendaraan bermotor roda dua di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembangkan alternatif transportasi publik dengan menciptakan ruang integrasi antarmoda atau yang biasa disebut sebagai Transit Oriented Development (TOD) sebagai salah satu solusi pengurangan kemacetan. Kawasan Dukuh Atas adalah salah satu prioritas pengembangan dengan konsep semacam ini karena lokasinya terletak dalam posisi segitiga emas dan memiliki jumlah komuter yang paling tinggi di antara kawasan lainnya dengan jumlah 460.069 jiwa/hari.
Namun demikian. area sekitar TOD ternyata menciptakan kenaikan nilai lahan dan properti di sekitarnya, yang disebabkan oleh kemudahan aksesibilitas yang diciptakan dari hadirnya koneksi terintegrasi regional. Kecenderungan harga lahan umumnya terus meningkat, terutama di area yang dilalui Jalan Arteri Sudirman, sehingga di dalam perencanaan pembangunan infrastruktur diperlukan kesesuaian dengan inflasi harga lahan. Kenaikan harga lahan dapat berdampak positif maupun negatif bagi masyarakat di sekitarnya, sehingga perlu dikaji lebih lanjut apakah kenaikan harga lahan tersebut diiringi oleh hadirnya fasilitas-fasilitas lainnya di sekitar kawasan tersebut.
Atas permasalahan tersebut, akhirnya mendorong Tim PKM-RSH UGM yang terdiri dari 5 (lima) mahasiswa lintas program studi, yaitu Febrika Romauli dari Program Studi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota 2021, Tri Asmara Ningmas, Tiara Nur Savitri, Raul Nurdiawan, dan Sulthon M. Al Fatih dari Program Studi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan 2021, serta didampingi oleh Ir. Deva Fosterharoldas Swasto, S.T., M.Sc., Ph.D., IPM. untuk melakukan penelitian yang berjudul “Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Terhadap Perubahan Harga Lahan Berdasarkan Pendekatan Keruangan Proximity: Kasus Kawasan Dukuh Atas”.
Penelitian tersebut secara umum bertujuan menjelaskan bagaimana dampak pergeseran harga lahan dalam kaitannya dengan implementasi sistem TOD di Kawasan Dukuh Atas terhadap fasilitas di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan selama kurang lebih tiga bulan dan tim melakukan pengumpulan data primer secara langsung ke Kawasan TOD Dukuh Atas yang meliputi Kelurahan Karet Tengsin, Kebon Melati, Menteng, dan Setiabudi Kuningan dengan menyambangi rumah warga satu per satu. “Warga yang dipilih sebagai responden adalah orang yang memiliki rumah atau lahan pribadi, pernah atau menggunakan transportasi publik dalam 4 (empat) tahun terakhir, dan memahami perubahan harga lahan yang terjadi di empat kelurahan tersebut,” kata Febrika Romauli dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (24/10).
Dari penelitian ini, kata Romauli, menghasilkan kesimpulan dampak bahwa Kawasan TOD Dukuh Atas telah membawa kebermanfaatan bagi kawasan di sekitarnya dengan radius 300-600 meter. Adapun kawasan yang paling dekat dengan Kawasan TOD, yaitu daerah utara dari kawasan TOD yang meliputi Kelurahan Menteng dan Kelurahan Kebon Melati.
Menurt Romauli, pergeseran harga lahan dan bangunan yang terjadi di sekitar Kawasan TOD Dukuh Atas telah membawa dampak berupa manfaat yang cukup tinggi bagi sebagian kawasan, terutama daerah bagian utara Dukuh Atas dibandingkan dengan biaya penanganan yang dikeluarkan atas dampak negatif dari pembangunan TOD.
Sedangkan dari sisi analisis spasial menunjukkan bahwa area atau zona yang mendapatkan kebermanfaatan tinggi adalah area di dekat jalan utama dengan jarak zona tanah atau bangunan yang dekat dengan Halte Busway Harmoni. “Keterjangkauan lokasi transit antarmoda menyebabkan meningkatnya harga tanah atau bangunan,” paparnya.
Tidak hanya soal kenaikan harga lahan, pihaknya juga menyoroti tentang kemudahan aksesibilitas antarmoda dan beberapa keuntungan lainnya yang dirasakan oleh masyarakat di area sekitar Kawasan TOD Dukuh Atas menimbulkan kenaikan biaya yang dikeluarkan dari peningkatan harga lahan dan terjadinya gentrifikasi atau perubahan kondisi demografi dan stratifikasi sosial.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Investor Daily