Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 melaporkan Kota Yogyakarta menjadi daerah di DIY yang memiliki ketimpangan paling besar dengan nilai Indeks Gini sebesar 0,519 pada tahun 2022 dan 0,454 pada tahun 2023. Tingginya Ketimpangan mengindikasikan bahwa sumber daya ekonomi dalam masyarakat memiliki potensi kecil untuk dinikmati oleh keluarga dengan tingkat pendapatan terendah. Kondisi ini mengakibatkan dampak negatif secara jangka panjang bagi pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Menyikapi masalah ini, tim mahasiswa UGM yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH), melakukan riset tentang implementasi ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta, hubungannya dengan ketimpangan pendapatan, dan strategi penguatan untuk mencapai pemerataan ekonomi yang lebih baik.
Tim PKM RSH ini terdiri atas Muhammad Nur Maulana (Akuntansi 2022), Muammar Ilham Hanafi Tarwaca (Akuntansi 2022), Aushaaf Rafif Keane Pribadi (Ilmu Ekonomi 2022), Ilham Prasetiyo (Pengembangan Sosial dan Kesejahteraan 2022), serta Laksita Balinda Anabela Darayanti (Ilmu Ekonomi 2022). Penelitian ini dilakukan di bawah bimbingan Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol Dr. Hempri Suyatna.
Pada penelitian ini, tim mahasiswa menggunakan indeks ekonomi kerakyatan atau seringkali disebut sebagai demokrasi ekonomi, diukur menggunakan Indeks Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI) yang terdiri dari 3 dimensi dan 21 indikator. Secara umum, diperoleh rata-rata nilai IDEI Kota Yogyakarta dari tahun 2007 – 2022 senilai 0,5195 dari maksimum 1. Hasil ini menunjukkan bahwa implementasi ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta berada pada kategori sedang.
Hasil penelitian menunjukkan setiap 1% peningkatan nilai IDEI menurunkan 6,03 poin persen ketimpangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi ekonomi kerakyatan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan di Kota Yogyakarta, dengan mekanisme efek berada pada jangka menengah. Akan tetapi, hubungan keduanya dapat hilang atau berubah pada jangka panjang karena tidak diidentifikasi adanya kointegrasi. “Indeks pada kategori sedang mengatakan bahwa implementasi ekonomi kerakyatan tergolong cukup, namun belum efisien,” kata Nur Maulana, Kamis (25/7).
Dalam penelitian di lapangan, kata Nur, juga ditemukan bahwasannya ekonomi kerakyatan sebenarnya telah diterapkan sejak lama di Kota Yogyakarta tetapi belum terdapat suatu langkah konkrit serta monitoring khusus dari berbagai aktor yang terlibat.
Menggunakan pendekatan participatory rural appraisal (PRA) melalui community empowerment, Tim PKM-RSH UGM Ekonomi Kerakyatan (Ekora) menilai terdapat peluang peningkatan pemerataan ekonomi di Kota Yogyakarta melalui penguatan ekonomi kerakyatan. Sebab pendekatan PRA merupakan pendekatan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat untuk mengidentifikasi, merencanakan, dan mengelola pembangunan secara mandiri. “Pada prakteknya, PRA tidak hanya menjadikan masyarakat umum sebagai objek, tetapi bagian dari pengembangan. Hal ini memberikan dampak keberlanjutan dengan adanya daya kuat dari masyarakat meskipun program pengembangan telah selesai,” katanya.
Ilham Prasetiyo menuturkan ada empat langkah strategi yang ditawarkan untuk mendukung ekonomi kerakyatan melalui penilaian pedesaan partisipatif (PRA), yakni perumusan dan pengukuran indikator ekonomi kerakyatan pada program pemerintah daerah, yang penting untuk merancang, melaksanakan, mempertanggungjawabkan, dan mengevaluasi program. Tanpa indikator yang jelas, pelaksanaan ekonomi kerakyatan akan menjadi tidak terarah dan sulit dievaluasi keberhasilannya.
Kedua, menyediakan ruang kolaborasi antara masyarakat, kelompok ahli, dan staf pemerintahan. Tim ini akan berperan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan ekonomi kerakyatan, meningkatkan pemahaman masyarakat, serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program. Ketiga, melakukan integrasi penguatan ekonomi kerakyatan melalui program desa mandiri budaya. Desa mandiri budaya merupakan program pemberdayaan masyarakat desa yang sedang digencarkan di DIY. “Hal ini membuka peluang adanya implementasi ekonomi kerakyatan baik dari sisi koperasi, pelaku usaha, maupun konsumen,” ujarnya.
Keempat, mendorong kontribusi pengusaha lokal terkait dengan ekonomi kerakyatan. Penguatan ekonomi kerakyatan dapat menjadi bagian dari corporate social responsibility (CSR). Sebagai bagian dari tanggung jawab perusahaan bagi masyarakat sekitar. “Dengan strategi ini, diharapkan pemerataan ekonomi di masyarakat akan meningkat,” paparnya.
Dosen pembimbing tim PKM Dr. Hempri Suyatna menuturkan pemaknaan ekonomi kerakyatan di masyarakat masih sebatas wujud kemanusiaan saja. Padahal konsep ekonomi kerakyatan menawarkan solusi berkelanjutan dengan menekankan nilai-nilai kekeluargaan, keadilan sosial, dan inklusi ekonomi. “Riset ini diharapkan dapat menjadi pembaharuan sebab dalam penelitian ekonomi kerakyatan belum terdapat penelitian empiris yang membahas mengenai ketahanan konsep ekonomi kerakyatan dalam masyarakat sebagai dasar dalam peningkatan kualitas hidup berupa pengurangan ketimpangan pendapatan,” pungkasya.
Penulis: Gusti Grehenson