Kanker kolorektal merupakan kanker nomor tiga yang paling sering terjadi di dunia, setelah kanker paru-paru dan kanker payudara. Di Indonesia sendiri, sebuah studi yang dirilis pada tahun 2020, menunjukkan bahwa kematian akibat kanker kolorektal (234.511 kasus) menempati posisi keempat tertinggi di antara kematian lain akibat penyakit kanker. Oleh sebab itu pencegahan terhadap kanker kolorektal, perlu menjadi perhatian serius.
Salah satu kekayaan hayati dari lautan Indonesia yang berpotensi dikembangkan sebagai suplementasi untuk mencegah kanker kolorektal adalah alga hijau (Chlorella vulgaris). Chlorella vulgaris merupakan suatu mikroalga dari golongan alga hijau yang sering dibudidayakan untuk berbagai keperluan farmasi. Sebagai contoh, penggunaannya dalam suplemen maupun sebagai bahan kosmetik. Sebuah studi yang dipublikasi pada tahun 2023, menunjukkan bahwa ekstrak alga hijau (Chlorella vulgaris) memiliki potensi penghambatan kanker melalui mekanisme apoptosis. Namun demikian, studi lain menunjukkan bahwa efek yang terjadi masih perlu diteliti secara lebih mendalam.
Untuk itulah, lima orang mahasiswa UGM yang terdiri dari Umar Surya Kusuma Atmaja (Kedokteran), Indira Aulia Rahma (Farmasi), Rifai Miftach Fauzan (Ilmu Keperawatan), Clarasakti Suryani Gollu (MIPA Kimia), dan Vemi Rahmayani (MIPA Kimia), menggabungkan diri ke dalam sebuah kelompok riset Pekan Kreativitas Mahasiswa-Riset Eksakta (PKM-RE) tahun 2024. Di bawah bimbingan Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono dan Dr. drh. Pamungkas Bagus Satriyo dari Pusat Kedokteran Herbal dan Dept. Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, secara intensif mengidentifikasi kandungan senyawa aktif dalam alga hijau menggunakan metode canggih Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS), pelacakan aktivitas antioksidan, hingga melakukan uji konfirmasi melalui eksperimen in silico.
“Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui potensi aktivitas senyawa yang terkandung dalam alga hijau terhadap target protein pada kanker kolorektal,” ungkap Umar selaku ketua tim pada Kamis (18/7). Di sisi lain, dari sisi produksi, pengembangbiakan alga hijau (Chlorella vulgaris) sendiri sudah mulai dilakukan di 26 provinsi di Indonesia.
“Yang artinya, andaikan riset ini berhasil, kebutuhan akan suplai bahan baku produksi alga hijau sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri,” tambah Umar. Hal ini sejalan dengan semangat mewujudkan ketahanan kesehatan nasional melalui kemandirian bahan baku farmasi. Meski masih sangat awal, namun penelitian ini berpotensi memegang peran penting sebagai pijakan pengembangan ilmu pengetahuan untuk tujuan pengobatan di masa mendatang.
Penulis: Tim PKM-RE Alga Hijau
Editor: Leony