Kanker ovarium atau kanker indung telur menjadi salah satu penyakit yang paling berisiko bagi wanita karena memiliki peluang bertahan hidup terendah dibandingkan kanker lainnya seperti kanker paru, kanker payudara, kanker kolorektal dan kanker pankrea. Berdasarkan data kemenkes, pada tahun 2023, tiap harinya ada 41 perempuan terdiagnosa kanker ovarium dan 27 perempuan di antaranya meninggal.
Berdasarkan dari data tersebut, mahasiswa UGM mengembangkan alternatif terapi untuk menangani kanker ovarium melalui induksi mekanisme apoptosis dalam memodulasi gen BAX dan p53 dengan memanfaatkan senyawa antikanker yang terkandung dalam ekstrak rimpang pacing (Costus speciosus sp).
Penelitian ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE) tahun 2023 yang memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Ide ini digagas oleh Alifia Brilliani Hidayah, mahasiswa Fakultas Farmasi dan dikembangkan bersama empat orang rekannya, yakni Nuqya Ashfannada, Aisyah Nur Khasanah, Siti Nur Annisa, dan Ghea Rachella Tiffany di bawah bimbingan drh. Retno Murwanti, M.P., Ph.D.
Alifia Brilliani Hidayah yang memimpin jalannya riset ini mengatakan rimpang pacing merupakan salah satu dari banyaknya tanaman liar yang mengandung senyawa diosgenin berperan sebagai antikanker yang akan memicu terjadinya apoptosis sel kanker. “Tanaman ini hidup liar dan banyak ditemukan di area persawahan, sungai, dan rawa. Namun, belum banyak yang tahu bahwa tanaman pacing yang liar ini nyatanya bisa dikembangkan menjadi alternatif pengobatan kanker ovarium.”ujarnya.
Selain itu, penggunaan ekstrak tanaman sebagai pengobatan kanker dinilai lebih aman dan lebih mudah ditoleransi oleh tubuh. Menurutnya, potensi pengobatan kanker ovarium dengan ekstrak rimpang pacing menjadi langkah strategis karena 70% dari 80% pasien kanker ovarium yang menerima pengobatan kemoterapi obat sintesis akan kambuh dalam waktu 6-12 bulan bahkan setelah menyelesaikan kemoterapi. “Banyaknya kasus resistensi pada obat kemoterapi kanker dan kelangsungan hidup pasien yang tidak membaik setelah mendapatkan treatment kemoterapi neoadjuvan” terang Aisyah.
Ia menambahkan, pengobatan kanker ovarium dengan ekstrak rimpang pacing yang menargetkan mekanisme apoptosis yang diperantarai oleh ekspresi gen BAX dan protein p53 ini merupakan bentuk dari langkah precision medicine dalam pengobatan kanker ovarium. Apoptosis merupakan proses kematian sel alami yang terjadi di dalam tubuh. Apoptosis sel kanker diharapkan terjadi untuk meminimalisir abnormalitas sel normal dalam pengobatan kanker.
Pada penelitian ini dilakukan induksi apoptosis yang dimodulasi oleh gen BAX dan p53. Namun untuk mengetahui tingkat efektivitas rimpang pacing ini, dilakukan uji in vitro pada sel SKOV3 (sel kanker ovarium pada manusia) pada hewan coba dengan perlakuan ekstrak rimpang pacing pada konsentrasi yang telah ditetapkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, berhasil diekstraksi ekstrak rimpang pacing yang memiliki nilai IC50 sebesar 69,143 μg/mL yang membuktikan bahwa ekstrak rimpang pacing termasuk dalam kategori senyawa aktif antikanker. “Kami juga melakukan riset in silico dengan molecular docking menunjukan ada interaksi yang terjadi antara diosgenin dengan reseptor BAX dan p53, Hasil docking menunjukkan bahwa diosgenin berpotensi sebagai agonis pada reseptor BAX dan p53 dalam pengobatan kanker ovarium” tambah Ghea.
Seperti diketahui, Riset ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE) yang memperoleh pendanaan dari Kemendikbud Ristek. Riset ini juga berhasil lolos dalam kompetisi Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-36 tahun 2023 di Universitas Padjajaran pada 26 November- 1 Desember mendatang.
Penulis : Gusti Grehenson