Rangkaian Dies Natalis Universitas Gadjah Mada ke-74 menjadi kesempatan bagi dunia akademik untuk mengangkat kembali budaya nusantara. Kali ini, karya sastra penyair legendaris, WS Rendra ditampilkan dengan khidmat dalam “Malam Silaturahmi dan Apresiasi Budaya Bulaksumur: Refleksi Sastra WS Rendra” pada Sabtu (9/12). Malam apresiasi ini turut dihadiri oleh berbagai tokoh nasional, dan menjadi ajang pertemuan KAGAMA kesekian kalinya.
“Malam ini merupakan malam apresiasi sastra WS Rendra sekaligus soft launching buku Srikandi dari Kampus Biru. Buku ini bercerita tentang para istri wakil rektor, dan rektor-rektor wanita. Buku ini menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa sebuah institusi nasional itu juga bisa dipimpin oleh perempuan. Tidak mudah, tidak banyak institusi di negara kita yang di-lead perempuan,” ungkap Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, S.H., LL.M. Kisah legenda tiga srikandi melambangkan kekuatan wanita sebagai pemimpin dan panglima yang tangguh. Hal ini menggambarkan representasi perempuan yang kuat di masa kini, termasuk sebagai pemimpin institusi pendidikan.
Buku Srikandi dari Kampus Biru bercerita tentang perjalanan hidup istri-istri rektor UGM, dan dua rektor UGM perempuan yang salah satunya hingga kini masih menjabat, yakni Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG., Ph.D. Kisah dalam buku ini juga dilengkapi dengan pesan-pesan mendalam tentang makna perempuan sebagai pemimpin. Meskipun belum sepenuhnya dirilis, namun buku ini memiliki misi untuk menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan agar menyadari kemampuannya sebagai pemimpin. Buku yang mengisahkan biografi tokoh perempuan UGM merupakan bentuk komitmen kampus biru untuk selalu menguatkan peran perempuan dan memperhatikan representasi gender.
“Awal inspirasi buku ini, kami dari Dharma Wanita setiap tahun mengemban amanah dari universitas untuk berkunjung ke rumah para istri-istri rektor untuk anjangsana (silaturahmi) setiap Dies Natalis. Setiap kami hadir di sana, kami merasakan ada rona bahagia dari para keluarga yang dikunjungi dan kami selalu mendapatkan cerita inspiratif. Rasanya sangat sayang kalau hanya kami yang simpan sendiri,” tutur Indun Dewi Puspita, SP, M.Sc. Ph.D., Ketua Dharma Wanita Persatuan UGM sekaligus inisiator penulisan buku. Ia menambahkan, banyak cerita-cerita yang hanya bisa didapatkan ketika bertemu dengan istri-istri rektor.
UGM sebagai kampus budaya berprinsip untuk selalu mengupayakan diseminasi kebudayaan luhur Indonesia dalam setiap langkahnya. Malam Budaya Bulaksumur ini adalah salah satu perwujudan peran UGM sebagai pusat kebudayaan. Bertahun-tahun insan unggul berhasil ditelurkan di kampus biru dengan beragam kompetensi, tak terkecuali WS Rendra. Kiprahnya di dunia sastra membawa namanya besar sebagai penyair terkenal. Karya-karyanya dalam kumpulan puisi “Sajak-Sajak Cinta Rendra” menyajikan gaya bahas yang khas menyentuh hati tetapi gencar menyuarakan persoalan sosial dan politik kala itu.
Menurut Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM, Rendra adalah sosok yang patut dikenang tidak hanya sebatas karya-karyanya. Buah pikiran Rendra seolah kembali menghidupkan sosok penulisnya yang telah berpulang sejak 6 Agustus 2009 silam. Segala kejadian di hidupnya selalu diproses dalam pemikiran mendalam dan perenungan yang panjang hingga akhirnya dituangkan dalam karya-karya sajak. Kariernya dimulai setelah lulus dari Fakultas Sastra UGM dan kembali memperdalam ilmunya di Amerika dengan beasiswa American Academy of Dramatical Art (AADA). Setelah mendapat julukan Si Burung Merak, mulailah Rendra memublikasikan karya puisinya di majalah era 60-an. Sejak itu dan hingga saat ini, karyanya terus dikenang dan dijadikan kajian di dunia sastra.
Penggagas acara, Drs. Heru Marwata, M.Hum., menjelaskan latar belakang diangkatnya kegiatan tersebut. WS Rendra adalah pemilik nama besar di dunia kesusastraan dan kebudayaan. Nama besarnya tidak bisa dipisahkan dari sebutan sebagai “Si Burung Merak” yang selalu memesona audiens ketika membaca puisi atau memainkan lakon drama. Nama besar Rendra sebagai sastrawan, dramawan, dan penyair dikenal secara nasional dan internasional. Oleh karena itu, meskipun tidak sempat menyelesaikan program sarjana di Jurusan Sastra Inggris FIB UGM, lewat perjuangan dan dukungan banyak pihak, kemudian W.S. Rendra dikukuhkan untuk mendapatkan gelar Doktor Hanoris Causa dari UGM pada 4 Maret 2008.
“Pemberian gelar Doktor HC bagi Rendra merupakan bentuk pengakuan bahwa secara akademis ia memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar akademik tertinggi tersebut,”kata Heru.
Selain itu, kenyataannya memang tidak ada pihak yang meragukan kompetensi dan peran penting W.S. Rendra di jagat sastra, khususnya puisi, dan drama pada umumnya. Bersama Bengkel Teater yang diprakarsainya, pentas drama Rendra selalu mendapatkan perhatian dan pujian.
“Dengan demikian, rasanya tidak terlalu berlebihan jika UGM menggelar acara khusus dengan tajuk “Malam Silaturahmi dan Apresiasi Budaya Bulaksumur: Refleksi Sastra WS Rendra” untuk mengenang dan menghormati jasa serta perannya dalam seni, budaya, dan sastra,”katanya.
Penulis: Tasya