![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-13-at-15.37.13-e1739438928725-768x510.jpeg)
Jumlah penderita kanker payudara saat ini kian meningkat, bahkan ada orang yang ada di sekeliling kita bahkan terkadang pada orang-orang terdekat. Namun sayang disayangkan, sebagian besar penderita kanker payudara terdiagnosis pada stadium lanjut karena pada stadium awal sering tidak disadari, dikarenakan tidak menimbulkan rasa sakit dan saat ini belum memiliki metode skrining yang adekuat.
Menurut laporan WHO, kanker payudara merupakan keganasan tertinggi pada perempuan di seluruh dunia (11,6%). Bahkan, RS dr. Sardjito Yogyakarta mencatat bahwa sejak tahun 2008 sampai 2021, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak dialami oleh pasien penderita kanker.
Dosen bidang Radiologi-Pencitraan Payudara dan Reproduksi Perempuan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad (K) mengatakan pencitraan payudara berkolaborasi dengan AI akan menjadi bagian penting dalam penatalaksanaan kanker yang berpusat pada pasien. Menurutnya, analisis mamogram berbasis AI sudah mengungguli model penilaian risiko tradisional berdasarkan riwayat pribadi dan keluarga. “Pendekatan skrining yang lebih personal dan berbasis risiko, dengan memanfaatkan teknologi terbaru, dapat meningkatkan deteksi dan penanganan kanker payudara,”kata Lina dalam pidato Jabatan Guru Besar dirinya yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (13/2).
Pada upacara pengukuhan tersebut, Lina menyampaikan pidato berjudul “Masa Depan Radiologi dalam Penguatan Strategi Pengelolaan Kanker Payudara”. Dalam pemaparannya, Lina menyebutkan beberapa tahun terakhir, modalitas pencitraan payudara lainnya, seperti Breast Computerized Tomography (BCT), telah dikembangkan. Selain itu, penelitian awal mengenai Electrical Impedance Tomography (EIT) telah dilakukan di Indonesia. Meski teknologi EIT memiliki resolusi pencitraan yang lebih rendah dibandingkan dengan USG. Namun EIT mampu membedakan lesi solid dan kistik, dan diharapkan dapat lebih dikembangkan sebagai modalitas pencitraan payudara. “Kedua teknologi tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan mamografi,” paparnya.
Menurut Lina, mamografi adalah metode skrining yang paling umum digunakan untuk mendeteksi kanker payudara. Meskipun demikian, keberhasilan program skrining berbasis populasi dan pengembangan metode lokalisasi lesi payudara preoperasi menyebabkan peningkatan pemanfaatan mamografi.
Salah satu opsi yang kini juga dikembangkan mendeteksi kanker payudara melalui perangkat USG yang didukung oleh AI. Di era digital seperti sekarang, perkembangan artificial intelligence diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Bidang radiologi juga tidak luput dari cengkeraman AI. Lina menegaskan bahwa penggunaan AI di bidang radiologi bukanlah upaya menggantikan dokter spesialis radiologi. Sebaliknya AI adalah suatu alat bantu yang akan memudahkan pekerjaan dokter spesialis radiologi sehingga dapat meningkatkan fokus terhadap pasien dan bahkan memunculkan peluang untuk mengembangkan keahlian dalam penatalaksanaan deteksi kanker payudara.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie