Krisis sering dianggap mimpi buruk untuk banyak orang, bahkan untuk instansi dan brand. Karena selain dapat kehilangan reputasi dan kepercayaan publik, krisis yang tidak ditangani dengan baik juga dapat menghilangkan sumber daya, usaha, dan dana yang dimiliki. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen krisis yang baik.
Dalam menghadapi krisis yang yang lebih besar dan luas maka sebagai bagian dari tugas kehumasan, diperlukan tanggung jawab untuk mengelola krisis yang ada pada tiap pribadi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, jika diri belum bisa memberikan rasa aman kepada diri sendiri saat krisis terjadi, respons yang diberikan alih-alih akan meredakan krisis tersebut, namun justru membesarkannya dengan sikap reaktif yang diberikan. “Kalau gak punya self control yang baik, susah buat kontrol ke posisi yang ‘panas’, makanya jadi ‘pemadam kebakaran’ dulu,” ujar praktisi Public Relation, Winda Wiswa Pratiwi dalam Workshop Transformasi Digital dalam Crisis Management: Tantangan dan Peluang, Senin di ruang MultiMedia dihadiri perwakilan dari Humas tiap-tiap fakultas dan Direktorat di lingkungan UGM.
Winda menuturkan krisis harus dihadapi untuk mencapai titik yang nyaman, karena memang pada dasarnya tidak ada manusia yang senang berada di titik tidak nyaman. Menurutnya krisis bukanlah hal yang menakutkan, sebaliknya dapat menjadikan diri lebih baik tetap profesional. Sebab, manusia itu akan cepat berubah dalam hal yang kondisi yang tidak nyaman dan aman, dan cepat untuk beradaptasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjadi seseorang yang gesit dan lincah, dan untuk mencapai hal tersebut diperlukan habit (kebiasaan) yang dibangun setiap hari untuk melakukannya.
Ia pun berpesan agar seorang PR atau public relation selalu mengetahui informasi terbaru yang sedang terjadi di dunia dan sedang hangat diperbincangkan menggunakan Google Trends, lalu terus berusaha untuk memiliki rasa ingin tahu. Untuk mencegah krisis dalam sebuah institusi atau brand dengan melakukan sikap social listening dan due diligence. “Social listening adalah kegiatan untuk mendengarkan apa yang orang lain perbincangkan tentang kita, sedangkan due diligence adalah proses investigasi atau mencari tahu terhadap sesuatu,” paparnya.
Winda memberi tips bagaimana sebaiknya langkah yang dapat dilakukan jika menghadapi dan menanggapi suatu krisis dengan memberikan rasa aman kepada diri sendiri dahulu. Selanjutnya, dalam suatu institusi diperlukan pula SOP, membangun tim krisis, menentukan juru bicara, dan memiliki etika digital sebagai upaya pencegahan krisis tersebut.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson