Center for Tropical Medicine FK-KMK UGM mengadakan seminar mengenai nyamuk ber-Wolcbachia. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis, (30/11) bertempat di Auditorium FK-KMK UGM yang bertujuan untuk mengenalkan Wolbachia kepada masyarakat luas dan juga merupakan selebrasi 12 tahun riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta.
Pengelola Program DBD Dinas Kesehatan Yogyakarta, Rubangi, SKM. menjelaskan Kota Yogyakarta merupakan daerah endemi demam berdarah setiap tahun yang biasanya kasusnya selalu paling tinggi se-Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan mobilitas Kota Yogyakarta yang tinggi dengan banyaknya penduduk dari kabupaten lain yang bekerja di Kota Yogyakarta. “Sebenarnya Kota Yogyakarta sudah mempunyai program untuk mengendalikan demam berdarah dan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia itu kami anggap sebagai program pelengkap. Jadi program ini tidak memengaruhi program yang sudah berjalan”, tuturnya.
Anto Sudadi, S.Pd. selaku Kepala Dukuh Kronggahan II Kalurahan Trihanggo Kapanewon Gamping Kabupaten Sleman menyatakan bahwa dulunya angka kasus demam berdarah selalu tinggi sehingga selalu membuat warga panik yang kemudian meminta untuk dilakukan fogging secara masal. Tahun 2011 ketika dari Center for Tropical Medicine FK-KMK UGM masuk ke Padukuhan Kronggahan pada awalnya mengenalkan tentang kesehatan lingkungan dan beberapa jenis nyamuk yang ada di sekitar. Sosialisasi pengenalan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan pada tahun 2013 kepada masyarakat secara menyeluruh, sehingga pada tahun 2014 nyamuk ber-Wolbachia mulai dilepaskan di Padukuhan Kronggahan. “Kami dari awal memang percaya penuh kepada penelitian ini karena dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten. Saya yakin penelitian ini akan memberikan dampak yang positif dan memberikan masukan-masukan kepada warga terutama terkait dengan kesehatan”, ungkapnya.
Peneliti riset nyamuk ber-Wolbachia, dr. Eggi Arguni, M.Sc., Ph.D., Sp.A(K). mengatakan bahwa infeksi dengue yang disebabkan oleh virus dengue dibawa oleh nyamuk sebagai vektor yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Gejala utama bagi yang orang yang terinfeksi adalah demam, nyeri tulang, dan pusing serta mual yang kemudian untuk gejala beratnya adalah pendarahan dan kebocoran plasma yang menimbulkan shock bahkan bisa sampai meninggal. Sampai saat ini belum ditemukan anti dengue, sehingga hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pencegahan dengan mengendalikan vektor nyamuk Aedes aegypti.
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D. selaku peneliti utama riset nyamuk ber-Wolbachia menjelaskan bahwa penelitian ini merupakan kerja sama FK-KMK UGM dengan Monash University Australia yang pada pelaksanaannya melalui beberapa fase sampai pada tahap pelepasan nyamuk ber-Wolbachia. Setelah dilepaskan selama satu periode dengan lebih dari 60% nyamuk di alam sudah ber-Wolbachia, ternyata bisa berkembang biak secara alami dengan persentase nyamuk ber-Wolbachia stabil tinggi di masyarakat. Kemudian dilakukan uji klinis di lapangan teracak yang kemudian memperluasnya di wilayah Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
“Wolbachia adalah bakteri alami yang ketika berada di tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menghambat replikasi virus dengue, maka ketika nyamuk tersebut menggigit manusia itu tidak terjadi penularan virus dengue. Hal yang terus disampaikan kepada masyarakat adalah keberadaan nyamuk mungkin masih ada, karena sangat sulit untuk menghilangkannya, akan tetapi denguenya sudah tidak ada. Nyamuk ber-Wolbachia bukan hasil dari rekayasa genetika dikarenakan bakteri Wolbachia sudah ada di lebih dari 60% serangga,” pungkasnya.
Penulis: Rifai