Untuk menyukseskan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Badan Gizi Nasional (BGN) menargetkan 25.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) selesai dibangun pada akhir Desember 2025. Per 16 November 2025, BGN telah membangun 15.211 SPPG dan sebanyak 13.593 SPPG telah beroperasi. Hal ini berdampak pada gejolak pasokan dan harga pangan bahan baku seperti telur dan daging ayam yang telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Pakar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., menyampaikan bahwa adanya peningkatan kebutuhan bahan pangan untuk MBG setiap harinya menyebabkan kenaikan harga. Selain itu, belum ada koordinasi lebih lanjut antara produsen pangan dengan tim SPPG membuat lonjakan harga hingga kelangkaan bahan baku yang tidak bisa dihindari.
Bagi Subejo, perlunya variasi bahan baku yang menyesuaikan dengan sumber daya lokal. Setiap daerah memungkinkan untuk mengganti sumber protein tersebut dengan sumber lokal yang lebih mudah didapatkan. Dengan biaya yang relatif murah dan mudah untuk dibudidayakan, ikan lele bisa menjadi pilihan sumber protein yang lain. Selain itu, masyarakat bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan pendapatan tambahan. “Lele mungkin cukup potensial untuk didorong budidayanya,” tuturnya, Kamis (4/12).
Menurut Subejo, untuk mengimbangi lonjakan harga diperlukannya koordinasi antara pihak pengelola MBG dengan petani/peternak setempat. Selain itu, penting juga adanya penyuluhan yang bertugas untuk membantu mengorganisasi, mengarahkan, dan mempertemukan dengan pengelola MBG. Sehingga yang diproduksi masyarakat lokal dapat dibeli oleh SPPG dan dikonsumsi lagi oleh masyarakat. “Jadi uangnya akan berputar di desa itu sehingga impian Pak Presiden akan MBG menggerakkan ekonomi rakyat,” ucapnya.
Dengan jumlah SPPG yang ditargetkan dibutuhkan langkah-langkah yang lebih struktur. Bisa dilakukan dengan mengkombinasikan penyuluhan konvensional dan penyuluhan teknologi informasi agar koordinasi bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien. “Saya kira memang harus ada perubahan-perubahan dalam tata penyuluhan kita termasuk dalam mengorganisasi petani,” katanya.
Lebih lanjut, Subejo mengatakan bahwa MBG merupakan program yang sangat strategis karena memberikan kecukupan gizi bagi anak-anak sekolah. Namun, masih membutuhkan dukungan yang lebih terstruktur dengan sumber daya lokal sehingga MBG juga sekaligus akan meningkatkan pendapatan para petani lokal. “Saya kira ide-ide untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga pelan-pelan akan bisa diwujudkan,” pungkasnya.
Penulis: Jesi
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Detik.com
