
Ratusan mahasiswa Kristen Universitas Gadjah Mada menghadiri Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Grha Pembinaan Iman Kristen di Komplek Fasilitas Kerohanian UGM, Jum’at (22/8). Kebaktian Kebangunan Rohani digelar dalam rangka penyambutan Mahasiswa Baru Kristen UGM Tahun Ajaran 2025/ 2026.
Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani berjalan menarik dengan kehadiran Elia Myron seorang teolog dan konten kreator sejarah agama. Banyak pertanyaan disampaikan mahasiswa di sesi diskusi seusai berakhirnya kebaktian. “Saya mengucapkan selamat buat mahasiswa baru yang hadir di tempat ini atas diterimanya Anda sekalian di tempat kampus yang diidam-idamkan oleh banyak orang di seluruh Indonesia, termasuk saya karena dulu ketika saya minat berkuliah, saya sebenarnya ingin sekali masuk ke tempat ini,” ujarnya.
Di hadapan mahasiswa baru Kristen UGM saat mengawali khotbah kebaktian, Elia menyampaikan permenungan kenapa para mahasiswa bisa sampai di UGM? Banyak orang pergi ke tempat terbaik, tapi tidak sedikit dari mereka tahu tujuan hakiki di akhir? Karenanya, iapun pun kemudian mengajak para mahasiswa baru Kristen UGM untuk merenungkan soal hakikat hidup. “Jadi pada hari ini kita akan belajar tentang apakah sebenarnya hakikat dari hidup itu, dan apa hubungan hakikat hidup itu dengan Dia yang disebut Kristus sebagai pemilik hidup yang menawarkan hidup itu,” ungkapnya.
Elia menandaskan apapun agamamu dan apapun keyakinanmu dari suku mana pun dilahirkan Tiong hoa, Bangka, Riau, Manado, Rusia, Brasil maka tujuan manusia adalah kehidupan. Orang-orang bekerja keras untuk mencari uang adalah untuk kelangsungan kehidupan mereka. Mereka bersekolah di sekolah menengah atas hingga kuliah agar bisa bekerja dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan lebih baik. “Hidup adalah apa yang manusia cari, hidup adalah apa yang manusia perjuangkan, termasuk kamu dan saya sebagai orang muda, kita bersekolah dari kecil sedikit demi sedikit dan seterusnya sehingga kita dapat terus hidup dan mempertahankan bahwa hidup adalah kehidupan yang semua manusia dambakan,” ucapnya.
Setelah menjadi mahasiswa UGM, disebutnya kepintaran saja tidak cukup. Seorang mahasiswa harus mengolah spiritualitasnya agar semuanya bisa berjalan beriringan. “Jadi sebagai mahasiswa, perlu kesadaran diri bahwa kita lemah. Kita perlu menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, melalui apa? Melalui Gereja, melalui persekutuan melalui perkumpulan melalui hidup di dalam komunitas rohani agar kita disadarkan akan tujuan,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho