Oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Suwignyo, S.Pt, MP, IPM, ASEAN Eng.
Pulau Buru adalah satu di antara pulau-pulau di Maluku yang dulunya masuk dalam Kabupaten Maluku Tengah. Dalam perkembangan pemekaran daerah, Pulau Buru dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Buru (beribu kota di Namlea) dan Kabupaten Buru Selatan (beribu kota di Namrela). Jika mendengar kata Pulau Buru mungkin sempat terbersit sesuatu yang terdengar nano-nano karena pulau tersebut selama belasan tahun pernah menjadi tempat tahanan politik. Namun, itu cerita dahulu sebelum ada program transmigrasi di akhir tahun 1970an atau awal 1980an. Setelah Pulau Buru menjadi salah satu daerah tujuan transmigrasi, maka perubahan total telah terjadi. Infrastruktur jalan terbangun melintasi kedua Kabupaten (Buru dan Buru Selatan), terdapat pelabuhan laut dan bahkan juga pelabuhan udara di kedua kota kabupaten tersebut (Namlea dan Namrela). Jika masuk ke kota dan menyusur desa-desa, sama sekali jauh dari kesan angker atau semacamnya. Bahkan saat ini Kabupaten Buru telah dicanangkan menjadi daerah lumbung pangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau food estate era Presiden Joko Widodo.
Sekitar 30 km atau perjalanan darat 45 menit dari kota Namlea (Ibukota Kabupaten Buru) terdapat hamparan sawah yang sangat luas. Orang yang belum pernah berkunjung ke Pulau Buru mungkin tidak terbayang jika di Pulau Buru itu akan terdapat hamparan sawah dengan tanaman padi yang sangat luas, sebatas mata memandang yang indah menghijau di pandang. KKN PPM UGM kali ini ditempatkan di Kecamatan Waeapo, tepatnya di tiga desa yaitu Wanareja, Waenetat dan Rawamangun. Tiga desa tempat KKN tersebut sebagian besar warganya adalah warga Transmigrasi sehingga jangan heran jika di situ akan lebih sering mendengar orang bercakap dengan Bahasa Jawa daripada Bahasa Maluku.
Salah satu program unggulan unit KKN PPM UGM di Waeapo adalah Sarasehan Petani dalam rangka membahas beberapa tema untuk peningkatan produksi padi. Waepao memiliki 2600 ha sawah dengan rata-rata kepemilikan lahan berada di atas 2 ha setiap kepala keluarga. Produktivitas padi di Waeapo ini 5 ton/ha. Hasil cek data pembanding, rata-rata produksi padi nasional berada 5,2 ton per ha (BPS, 2021) dan untuk produksi padi petani di Jawa dapat mencapai 6-7 ton/ha. Petani di Waeapo ini memang khusus hanya bertani untuk menghasilkan padi, mereka tidak melakukan siklus pertanian padi-palawija seperti di Jawa. Hal tersebut memang selain karena didukung oleh keberadaan irigasi yang memungkinkan untuk tanam padi sepanjang tahun juga karena sosio kultural kolegial masyarakat hanya ingin bertanam padi.
Menurut penuturan para mahasiswa, praktik bertani masyarakat di lokasi KKN ini sedikit beda dengan petani di Jawa pada umumnya. Petani di sini tidak melakukan penanaman padi dengan jajar legawa atau dengan dibuat sejajar dengan yang lainnya, melainkan langsung menebar benih di lahan. Oleh karena itu, tumbuhnya padi di sawah secara acak dan tidak mungkin dilakukan penyiangan (matun) dengan alat. Petani biasanya mengandalkan herbisida baik sebelum maupun setelah tanam (masa pemeliharaan). Walhasil tidak hanya rumput gulma yang terkena dampak obat, namun tanaman padi juga mengalami stress terbukti berubah menjadi kuning saat penyemprotan herbisida dilakukan.
Dalam satu kali siklus tanam padi bisa 4-5 kali penyemprotan herbisida, sementara itu insektisida bisa sampai 10 kali dan fungisida setidaknya 2 kali penyemprotan. Penggunaan obat pestisida tersebut bahkan sudah menjadi semacam pengganti dari tenaga kerja, karena dianggap lebih praktis dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut mungkin yang menyebabkan produktivitas padi rendah, sementara biaya tinggi. Praktik tersebut terkonfirmasi oleh kepala desa Wanareja sehingga biaya untuk satu siklus tanam padi dapat mencapai Rp16 juta/ha. Sementara itu, saat gabah dipanen dan digiling menjadi beras tidak dapat bertahan lama dari serangan kutu. Dari hasil investigasi lapangan didapatkan data bahwa rerata pengeringan 2-3 hari di atas terpal sehingga kemungkinan belum mencapai kadar air standar (di bawah 14%).
Berdasarkan berbagai temuan di atas maka kemudian mahasiswa KKN PPM UGM menyelenggarakan Sarasehan Petani dengan peserta para ketua kelompok tani, gapoktan, penyuluh lapangan dan petani andalan di Kabupaten Buru. Pada forum tersebut disampaikan situasi, tawaran solusi, serta simulasi berbagai skenario hitungan ekonomi berbagai praktik pertanian (bea produksi, produktivitas dan pendapatan).
Untuk meningkatkan produksi sekaligus kualitas produk pertanian di food estate Buru perlu perbaikan pola tanam padi sesuai standar teknis, bukan dengan tebar acak di sawah. Pemanfaatan sumber daya berupa ternak untuk mendukung pertanian padi juga perlu dioptimalkan (efisiensi pupuk dan menjaga kesuburan tanah). Selama ini ternak dilepas bebas sehingga kotoran ternak tidak terkoleksi dan tidak termanfaatkan untuk sawah.
Penggunaan pupuk kimia dapat disubstitusi dengan penggunaan mikroorganisme pengurai dan penyubur agar kesuburan tanah dapat terjaga sampai anak cucu. Penggunaan pestisida dikurangi semaksimal mungkin, tidak hanya karena tingginya biaya, namun juga untuk mengurangi risiko resisten pada hama dan residu bahan kimia pada produk pangan yang dihasilkan.
Perbaikan penanganan pascapanen yang dapat dilakukan salah satunya terkait kadar air padi untuk meningkatkan kualitas hasil. Jika perlu, adanya offtaker yang akan turut berkontribusi tidak hanya dalam hal harga bagus untuk petani, namun juga bertanggung jawab terhadap kontrol kualitas produk. Optimalisasi peran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) diperlukan untuk penguatan kompetensi petani. Perlu PPL yang memiliki kompetensi kuat yang mampu memberi motivasi sekaligus memberi contoh cara bertani yang baik dan benar, efektif, efisien, dengan produk yang sehat dan menyehatkan.
Tindak lanjut dalam jangka dekat ini sebagai kegiatan “post KKN” adalah adanya pihak swasta yang menyanggupi untuk pembuatan demplot minimal seluas 1 ha pada masing-masing lokasi agar dapat dilihat dan diamati bersama oleh petani setempat. Sesuai konsep seeing is believing, agar percaya maka harus ada yang dilihat langsung oleh masyarakat.