Baru sekitar 2 tahun terakhir ini Djoko Walujo mengetahui bahwa gending Lancaran “Sesanti Gadjah Mada” yang ia ciptakan ternyata sudah dipakai dan diperdengarkan di berbagai acara universitas, seperti wisuda sarjana maupun pengukuhan guru besar. Padahal, ia menciptakan gending Lancaran “Sesanti Gadjah Mada” ini puluhan tahun silam ketika masih menjadi mahasiswa Fakultas Hukum UGM dan aktif di Unit Kesenian Mahasiswa (Gaya Surakarta).
“Tidak tahu saya kalau ternyata banyak dipakai di acara-acara UGM,” kata Djoko pendek.
Saat ditemui di kediamannya daerah Kricak Lor, Djoko duduk di kursi ditemani istrinya Endang S Wimboprasetyo, “Ya, sudah beberapa tahun ini Mas Djoko sakit selepas jatuh di ruang tamu rumah, saat kami berada di Amerika. Mas Djoko memang sudah lama bekerja di California Institute of the Arts sebagai dosen tamu sejak sekitar tahun 1992. Selepas lulus dari Fakultas Hukum UGM, Mas Djoko sempat aktif mengajar di Akademi Seni Tari Yogyakarta – ASTI [dulu berkampus di Karangmalang] dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, sebelum akhirnya bermukim di Amerika Serikat.” “Ya mengajar apa saja, ya tari ya gamelan,” imbuh pria kelahiran Surakarta, 15 Desember 1946 ini.
Di Amerika Serikat, Djoko tercatat sebagai pengajar di California Institute of the Arts dari tahun 1992 sampai pensiun tahun 2023 ini. Djoko juga tercatat sebagai pengajar gamelan Jawa di Department Ethnomusicology, UCLA (2005-2006).
Di Amerika Serikat, Djoko adalah sosok guru yang sangat dihormati oleh murid-muridnya. Karya-karyanya bertebaran di berbagai festival musik di Amerika. Tahun 1997-2019, Djoko mengajar gamelan dan mementaskan musik gamelan untuk Center for World Music. Selama lebih dari dua dekade, Djoko telah menjadi pelatih gamelan Jawa di berbagai tempat, di antaranya Konsulat Jendral Indonesia (Los Angeles), UCLA, UC Riverside, San Diego state University, dan Canyon Crest Academy (San Diego).
Djoko sendiri sudah lupa tentang ide awal menciptakan “Sesanti Gadjah Mada.” Namun, ia ingat saat itu Rektor UGM dijabat oleh Prof. Dr. Soeroso, M.A.
Saat itu ia sering melatih karyawan Fakultas Hukum saat mempersiapkan acara fakultas atau universitas. Djoko mengetahui “Sesanti Gadjah Mada” diperdengarkan di acara-acara besar universitas lewat kanal youtube UGM. Seorang temannya mengirim tautan youtube kepada Djoko tahun lalu. Menurutnya, memang ada yang berbeda “Sesanti Gadjah Mada” yang ia ciptakan dengan versi yang sekarang banyak dipakai.
“Beda. Temponya kurang cepat kalau yang sekarang. Lancaran itu kan cepat dan keras,” kata Djoko lirih.
Meskipun demikian, ia tetap merasa senang ciptaannya sudah banyak dipakai di UGM. Bahkan, belum lama ini ketika Djoko beserta isterinya diundang untuk menghadiri prosesi pengukuhan guru besar di Balai Senat UGM, Djoko secara langsung mendengar lantunan “Sesanti Gadjah Mada” sebagai pembuka acara mengiringi masuknya para guru besar menuju tempat duduk mereka di ruang senat. Ia merasa bangga, terharu dan senang karyanya diperdengarkan di forum itu.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, sempat bertemu dengan Djoko dan mengucapkan terima kasihnya. “Terima kasih sudah menyumbangkan karya untuk UGM,” tutur Ova.
Sementara itu, salah satu sahabat dekat Djoko Walujo, Eddy Pursubaryanto (pensiunan dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM dan pensiunan anggota Keluarga Kesenian Mahasiswa – Gaya Surakarta), melihat sosok Djoko Walujo sebagai seorang komposer gending Jawa dan pelatih karawitan yang “lembah manah”. Djoko Waluyo pantas mendapat penghargaan dari Universitas Gadjah Mada sebagai alumnus pejuang kebudayaan Indonesia.
Penulis: Satria
Foto: Donie