Stroke merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian utama di dunia. Bahkan, stroke merupakan penyebab kematian lain tinggi di Indonesia.
“Pengobatan secara dini sangat penting untuk memaksimalkan manfaat untuk semua intervensi pada stroke,” kata Prof. dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S(K)., saat memaparkan pidato pengukuhan berjudul Penggunaan Neuroprotektor Dalam Klinik: Tantangan dan Peluang Manajemen Stroke Iskemik Akut, Selasa (5/12) di Balai Senat UGM. Ia dikukuhkan dalam jabatan Guru Besar dalam bidang Neurologi FKKMK UGM.
Ismail menjelaskan sekitar delapan tahun yang lalu National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) menetapkan trombolisis intravena dengan recombinant Tissue Plasminogen Activator (rTPA) sebagai terapi medis pertama yang efektif untuk stroke iskemik akut. Sampai saat ini, terapi yang efektif untuk meningkatkan luaran fungsional masih sulit dicapai meskipun hasil uji klinik pemberian rTPA cukup menjanjikan. Saat ini, banyak uji klinis dilakukan untuk mencari strategi terapi lain yang dapat mengurangi volume infark dan meningkatkan luaran klinis. Bukti-bukti praklinis menjadi dasar dalam setiap uji klinis. Sayangnya tidak satu pun senyawa yang diuji secara konsisten menunjukkan adanya peningkatan luaran klinis.
Kepala Departemen Neurologi FKKMK UGM ini mengatakan meskipun banyak penelitian telah dikembangkan pada terapi stroke ini, namun hingga kini belum melihat banyak terlihat perubahan hasil terapinya. Terdapat suatu prinsip pada neurologi, yaitu “Waktu adalah Otak”. Sebab, diperkirakan 1,9 juta neuron hilang setiap menitnya akibat iskemia seiring dengan progresifitas strokenya.Dengan begitu, terapi yang tepat dan cepat menjadi sangat penting.
Lebih lanjut Ismail mengatakan heterogenitas stroke menjadi salah satu tantangan utama dalam mengembangkan terapi baru stroke iskemik akut yang efektif dan tindakan intervensi jangka panjang untuk pemulihan stroke. Heterogenitas stroke, termasuk etiologi, penyakit penyerta, dan faktor gaya hidup yang secara unik memengaruhi setiap individu yang selamat dari stroke. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki metode yang memungkinkan untuk mengidentifikasi fenotip klinis yang luas.
Ketua Komisi Uji Kompetensi Kolegium Neurologi ini pun menyebutkan terapi reperfusi, yaitu trombolisis intravena dan terapi endovaskular dalam kombinasi dengan inhibitor stres oksidatif dan nitrosatif dapat menjadi strategi terapi yang menjanjikan dalam fase (hiper) akut, dengan peningkatan resolusi inflamasi dan pemulihan jaringan neuronal pada fase akut akhir dan kronis. Beberapa penelitian pada model hewan maupun uji klinis terbatas menunjukkan efek positif terapi kombinasi pada stroke iskemik akut.
Pada dua dekade terakhir ini, penelitian terapi neuroprotektif untuk stroke iskemik akut mengalami kemajuan yang sangat pesat. Keberhasilan awal dalam penelitian praklinis telah mendorong banyak obat-obat neuroprotektor ke dalam uji klinis. Karenanya, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk melangkah menuju masa depan baru dalam pengobatan stroke, yaitu melalui pendekatan precision medicine. Penerapan precision medicine dengan biomarker memungkinkan identifikasi fenotip pasien lebih tepat, pemantauan perkembangan penyakit dan respons terhadap terapi, serta penemuan obat-obat neuroprotektor baru.
Penulis: Ika
Foto: Paris