Teknologi in vivo imaging saat ini memungkinkan peneliti memantau organ dalam hewan coba secara non-invasive. Cara ini dinilai sebagai metode terkini yang dapat mengurangi penggunaan hewan percobaan secara destruktif. Dengan in vivo imaging maka dalam proses penelitian tidak harus mematikan hewan coba.
Demikian pernyataan drh. Medania Purwaningrum, M.Sc., Ph.D, Ketua Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan UGM saat menjadi pembicara workshop bertema Veterinary Stem Cell, Cell-Free Therapy, dan Teknologi Analisis Modern selama dua hari, 17-18 November 2025.
“Hasilnya bisa langsung dilihat pada layar alat. Jadi tikusnya itu dimasukkan ke dalam mesin, dan semua yang berkeinginan melihat organ dalam si tikus bisa memantau melalui kaca monitor”, terang Medania, di Auditorium FKH UGM.
Medania menuturkan tingginya kebutuhan teknologi riset untuk stem cell dan analisis non-invansif pada dunia kedokteran hewan telah mendorong Fakultas Kedokteran Hewan UGM melalui Laboratorium Riset Terpadu menyelenggarakan workshop ini. Secara garis besar workshop membahas berbagai isu terkait kebutuhan teknologi untuk riset hewan berstandar internasional. 
Menjadi pembicara workshop, iapun berkesempatan menjelaskan tiga teknologi penting untuk keperluan riset, yaitu teknologi Fluorescent microscope, teknologi Countess, dan teknologi Western Blott. Teknologi Fluorescent microscope menampilkan visualisasi stem cell berwarna tanpa perlu melihat melalui okular karena tampilannya sudah terhubung ke layar digital. Teknologi Countess merupakan alat penghitung jumlah stem sel yang memungkinkan peneliti menilai kondisi, viabilitas, dan respons sel terhadap perlakuan tertentu. Sementara itu teknologi Western Blott sebagai perangkat yang berukuran besar dengan rangkaian alat bernilai hingga miliaran rupiah. “Kita semua berharap demo hari ini dapat menjadi dorongan bagi fakultas untuk menghadirkan perangkat serupa agar riset kita semakin setara dengan standar internasional,” ujarnya.
Bagi Medania, workshop Veterinary Stem Cell Workflow menjadi momentum penting bagi Fakultas Kedokteran Hewan UGM dalam upaya memperkuat ekosistem riset modern di Indonesia. Dia berharap kegiatan ini tidak hanya sekedar memperkenalkan teknologi terbaru, namun bisa mendorong percepatan inovasi di bidang Kedokteran Hewan dan Riset Biomedical nasional. “Peneliti dari fakultas lain seperti FKG dan FKKMK saat ini sudah mulai menggunakan fasilitas kami. Bahkan beberapa SMA sudah mencoba memanfaatkan alat penelitian modern di sini. Kami berharap workshop ini memperluas kesempatan kolaborasi dan meningkatkan kualitas riset nasional,” tambahnya. 
Sementara itu, Teh Yu Xuan, pakar stem cell dari Singapura menyatakan teknik analisis protein kini menjadi standar global dalam riset biologi molekuler. Melakukan praktek teknik Western blotting dihadapan peserta workshop, ia menjelaskan hasil yang dperoleh sangat cepat dan tidak perlu menunggu berhari-hari. Hanya saja, katanya, karakterisasi stem cell yang berasal dari hewan harus sesuai dengan standard International Society for Cell & Gene Therapy (ISCT) sebagaimana yang terjadi pada manusia. “Hanya dalam waktu 4 jam semuanya selesai, sedangkan untuk workflow atau cara kerjanya baik manusia maupun hewan sebenarnya sama”, ungkap Teh Yu Xuan.
Nita, mahasiswa Pascasarjana UGM jurusan Sains Veteriner menyampaikan alasannya mengikuti kegiatan workshop ini. Selain sejalan dengan penelitia yang ia lakukan mengenai stem cell, ia beralasan workshop kali ini memberikan kesempatan peserta untuk mengetahui teknologi-teknologi baru berkaitan dengan stem cell. “Disini kita bisa tahu ternyata ada banyak teknologi-teknologi baru yang dipaparkan. Yang bisa mempermudah kerja kita di lab. Terus juga membuat kerja kita di lab itu lebih presisi. Itu insight yang cukup bermanfaat”, ungkapnya.
Penulis: Jelita Agustine
Editor : Agung Nugroho
