
Menjelang lebaran Idul Adha, satu hal penting yang perlu dipahami oleh umat Muslim adalah terkait syarat dan sahnya penyembelihan hewan kurban. Selain memastikan hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat, penentuan usia hewan kurban juga menjadi syarat utama. Untuk meningkatkan kapasitas para panitia penyembelih hewan di DIY dan Jawa Tengah, Fakultas Peternakan UGM mengadakan Pelatihan Penyembelihan Hewan Qurban di Auditorium R. Soepardjo, Fakultas Peternakan UGM, Selasa (20/5) lalu.
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Ir. Nanung Danar Dono, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., menyampaikan tips untuk memilih hewan kurban yang sudah dewasa atau cukup umur melalui penampakan gigi “poel” atau tahap pergantian gigi. Jika gigi hewan telah poel, maka hewan itu dianggap cukup umur untuk dikurbankan. “Pada kambing dan domba, pergantian gigi dimulai pada usia sekitar 1 tahun. Untuk sapi, biasanya terjadi saat usia 2 tahun, sedangkan unta pada usia 5 tahun,” katanya.
Proses pergantian gigi ini dimulai dari sepasang gigi seri paling tengah di rahang bawah, karena hewan seperti kambing, domba, dan sapi tidak memiliki gigi seri di rahang atas. Rahang bawah memiliki empat pasang gigi seri atau total 8 gigi. Jika satu pasang gigi sudah berganti, maka disebut Poel 1. Jika dua pasang sudah berganti, disebut Poel 2, dan seterusnya. Perlu diwaspadai bahwa ada praktik tidak etis dari sebagian pedagang yang mencabut gigi agar seolah-olah hewan sudah poel dan layak kurban. “Karenanya penting melakukan pemeriksaan langsung atau berkonsultasi dengan ahlinya,” ujarnya.
Selain usia, Nanung mengatakan, perlu juga untuk memeriksa kondisi fisik hewan kurban antara lain tidak buta atau cacat pada mata, tidak dalam kondisi sakit, tidak pincang, serta tidak kurus kering tanpa daging. “Jangan sampai memilih hewan yang kelihatan murah karena cacat atau sakit. Memilih hewan terbaik adalah bentuk penghormatan kita kepada Allah, sebagaimana kita ingin memberikan yang terbaik dalam ibadah,” tuturnya.
Tidak hanya itu, panitia kurban juga perlu memeriksa jika terdapat penyakit seperti PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yang bisa menular cepat antar hewan, LSD (Lumpy Skin Disease) yang menyebabkan benjolan di kulit, menular antarhewan dan tidak menular ke manusia, dan yang terakhir adalah antraks yang sangat berbahaya karena menular ke manusia.
Muhammad Rifqi Ardi, salah satu peserta dari pengurus masjid di Yogyakarta menyampaikan apresiasinya terhadap materi yang diberikan. Ia menyoroti pemaparan dari pemateri sangat informatif, terutama dalam menjelaskan kriteria hewan kurban yang sah, penentuan usia hewan melalui pemeriksaan gigi, hingga tata cara penyembelihan sesuai tuntunan Islam. “Materinya sangat menarik dan jelas. Kami yang akan bertugas sebagai penyembelih merasa sangat terbantu. Harapannya, pelatihan semacam ini bisa rutin diadakan setiap tahun agar para jagal tahunan mendapat penyegaran ilmu,” ungkap Rifqi.
Senada dengan itu, Muhammad Nasir, peserta lain yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah menuturkan pelatihan sesama ini menjadi langkah positif yang mendukung pelaksanaan ibadah kurban yang lebih baik, aman, dan sesuai syariat. “Pelatihan ini benar-benar memberi pencerahan tentang ilmu sembelih. Sekarang proses penyembelihan sudah jauh berkembang dibanding dulu. Tidak lagi asal-asalan, tapi mulai memperhatikan teknik menjatuhkan sapi, pemilihan pisau, hingga aspek kebersihan,” jelasnya.
Pada kegiatan pelatihan kali ini, Fakultas Peternakan UGM juga mengundang beberapa narasumber lainnya yang merupakan dosen di lingkungan Fakultas Peternakan, yakni Ir. Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPM., ASEAN Eng.yang menjelaskan tentang Penanganan Hewan Qurban, serta Dr. Ir. Endy Triyannanto, S.Pt., M.Eng., IPM., ASEAN Eng. dan Ir. Rusman, M.P., Ph.D. yang menjelaskan tentang Pengelolaan Daging Qurban yang Higienis. Selain itu, dalam kegiatan ini Fakultas Peternakan juga memberikan fasilitas asah pisau gratis untuk para peserta.
Penulis : Lintang Andwinya
Editor : Gusti Grehenson