Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Teten Masduki, mengatakan pihaknya akan mengusulkan ke Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dibuat segera peraturan buat perbankan bisa memberikan kredit ke pelaku UMKM tanpa agunan. Sebab sekitar 59 persen dari total pelaku UMKM tidak terhubung dengan perbankan. “Peraturan ini tengah dibahas, kita targetkan sebelum akhir tahun ini bisa selesai,” kata Teten kepada wartawan usai mengisi Lokakarya yang bertajuk “Membuka Kesuksesan dan Keberlanjutan: Memberdayakan Usaha Mikro, Kecil Menengah dan Startup dengan Penguasaan Strategi yang Relevan”, Rabu (27/3), di Gedung TILC Sekolah Vokasi UGM.
Menteri Teten menyebutkan ada sekitar 65 juta pelaku UMKM di seluruh Indonesia, namun hanya 20 persen saja yang mendapat penyaluran kredit dari perbankan. Berbeda dengan negara Korea yang pembiayaan untuk UMKM sudah mencapai 80 persen. Sementara India dan Cina sudah di atas 60 persen untuk UMKM mendapat kredit dari perbankan. “Kredit perbankan ke UMKM kita masih di angka 20 persen bahkan tahun kemarin turun 18 persen,” ujarnya.
Menurut Teten salah satu persoalan terbesar pelaku UMKM di Indonesia adalah soal kendala akses pembiayaan akibat perbankan masih menggunakan syarat kredit collateral atau menggunakan sistem agunan. Sementara para pelaku UMKM kebanyakan tidak memiliki agunan. “Pihak bank masih menggunakan agunan, sementara UMKM tidak punya. Kami sedang pengusulan baru lewat pendekatan kredit scoring sehingga perlu perubahan di peraturan OJK,” katanya.
Sepengetahuan Teten, sebenarnya perbankan sudah menyalurkan kredit tanpa agunan kepada pelaku usaha UMKM melalui kerja sama dengan fintech. “Hari ini bank menyalurkan kredit kerja sama lewat fintech, belum secara langsung,” tandasnya.
Untuk memuluskan peraturan OJK menurut Teten, hanya perlu mengubah mindset bagi direksi perbankan di tanah air. Sebab jika tidak berubah maka potensi pasar yang besar ini akan dimanfaatkan oleh industri keuangan yang lain seperti fintech.
Soal pengganti agunan dengan sistem kredit skor maka rekam jejak keuangan ini bisa diperoleh dari catatan pembayaran listrik maupun biaya untuk komunikasi yang dikeluarkan setiap bulannya. “Ada 140 negara menggunakan kredit skor,” katanya.
Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., mengatakan sektor UMKM memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional karena mampu bertahan saat diterpa krisis moneter dan mampu menyerap banyak tenaga kerja. “Kontribusi UMKM bagi ekonomi nasional sangat luar bisa. Kemampuan dari sisi fleksibilitas, daya tahan, dan kreativitas ternyata membuat UMKM mampu menghadapi setiap goncangan ekonomi,” katanya.
Program penguatan UMKM melalui kerja sama perguruan tinggi dan industri, diakui Rektor mampu memperkuat kapasitas UMKM untuk naik kelas, bisa membantu memfasilitasi UMKM agar mendapat akses pembiayaan, serta mampu mendorong munculnya wirausahawan muda yang nantinya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Direktur Pengembangan Kedutaan Besar Inggris, Amanda McLoughlin, mengatakan pihaknya siap berkolaborasi dalam mendukung ekosistem startup di Indonesia dengan beragam perspektif dan keahlian. Bahkan pihaknya juga memberikan praktik terbaik dalam program inkubator startup untuk mendukung pengembangan bisnis di tahap awal. Hal ini berfungsi sebagai katalis pertumbuhan, memberikan dukungan, bimbingan, akses terhadap jaringan dan infrastruktur yang disesuaikan bagi bisnis startup.
“Dengan memanfaatkan keahlian institusi seperti Cambridge University dan MIT, kami dapat memastikan bahwa startup menerima pelatihan dan bimbingan kelas dunia, sehingga menempatkan mereka pada jalur menuju kesuksesan,” paparnya.
Ia sepakat bahwa kolaborasi antara akademisi dan industri, seperti yang kita lakukan saat ini, berperan penting dalam menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Sebab dengan menggabungkan penelitian mutakhir dan penerapan di dunia nyata, dapat memberdayakan wirausahawan untuk menerjemahkan ide-ide mereka menjadi bisnis yang layak yang mendorong kemakmuran ekonomi dan berdampak secara sosial. “Berwirausaha bukan sekedar pilihan karier, tapi sebuah panggilan. Sebuah panggilan untuk membentuk masa depan, memberikan dampak jangka panjang, dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik,” jelasnya.
Mantan Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek RI, Prof. Nizam, mengatakan program MIT REAP bertujuan untuk membantu penguatan kapasitas UMKM dan startup di Indonesia. Implementasi program sudah dimulai di pulau Jawa, tapi nantinya akan diperluas ke sub regional lainnya seperti bali, Sulawesi dan Sumatera. “Kita harapkan UMKM dan startup lewat program ini diharapkan bisa naik kelas dengan mengadopsi teknologi inovasi,” katanya.
Project Manager MIT REAP, Marina Kusumawardhani, mengatakan salah satu kunci untuk menjadi negara maju bukan dari sisi jumlah pelaku UMKM atau wirausahananya namun kemampuan dalam penguasaan inovasi teknologi. Oleh karena itu, program kolaborasi untuk mendorong ekosistem usaha berbasis inovasi sangat diperlukan. “Untuk menjadi negara maju, rahasianya adalah inovasi teknologi. Program yang kita lakukan ini untuk meningkatkan kualitas UMKM dan startup di Indonesia,“ pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto: Firsto