Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) RI Teten Masduki mengatakan Indonesia membutuhkan para entrepreneur by design bukan yang by-accident. Dengan by design maka Kementerian Koperasi sudah memutuskan perlunya melahirkan entrepreneur-entrepreneur baru dari kalangan perguruan tinggi yang selalu siap berkompetisi dan siap tarung di pasar dalam negeri maupun dunia global. Wirausaha baru dari kalangan perguruan tinggi ini menuntut mereka mampu berinovasi dan berkreativitas. “Kita tidak mau lagi mencetak entrepreneur lama seperti tukang bakso, tukang keripik, kerupuk, kemplang. Atau pengusaha soto, gudeg, bakpia dan lain-lain atau kerajinan. Kalau mencetak itu lagi itu lagi tentunya kue ekonominya tidak akan nambah hanya akan menambah pesaing. Kasihanlah investor lama jangan dibunuh oleh investor baru dari kalangan terdidik”, ujarnya pada acara Entrepreneur Hub Goes to Campus Universitas Gajah Mada (UGM) di UC UGM, Selasa (10/9).
Teten menuturkan Kementerian Koperasi dan UKM sudah mempelajari beberapa model Koperasi dan UKM di luar negeri seperti di Korea Selatan, Jepang, Australia atau di Belanda. Menurutnya, entrepreneur baru dalam era persaingan global saat ini memang harus disiapkan by design.
Dari sebanyak 64,2 juta UMKM yang ada sekarang ini menurut Menteri Teten sebagian besar mereka merupakan entrepreneur by-accident bukan by design. Mereka melakukan usaha selama ini tidak mendasarkan pada riset market, riset potensi dan lain-lain. “Mereka membuka usaha karena tidak terserap oleh lapangan kerja formal,” terang Teten.
Akibatnya para pengusaha UMKM ini tidak produktif, tidak memiliki akses kepada teknologi dan juga akses kepada pembiayaan. Kementerian Koperasi dan UKM berharap muncul pengusaha yang dicetak dan dididik berasal dari lulusan perguruan tinggi.
“Lulusan-lulusan perguruan tinggi lebih gampang. Apalagi kalau ke depan sejumlah negara mencetak entrepreneur barunya itu dengan melibatkan hasil-hasil riset di perguruan tinggi, kemudian di inkubasi oleh inkubator di kampus, dihubungkan dengan sumber-sumber pembiayaan, dan tentunya para entrepreneur yang berbasis riset inilah yang akan melahirkan ekonomi baru, dan enterpreneur yang kompetitif,” tuturnya.
Dengan terciptanya wirausaha dari kalangan terdidik, Menteri Teten meyakini wirausaha yang tercetak akan lebih inovatif, tangguh, dan siap berkompetisi di pasar global. “Kita butuh wirausaha yang penuh dengan inovasi dan kreativitas,” ucapnya.
Meski demikian, Teten mengakui belum semua perguruan tinggi memiliki kurikulum yang mendukung anak muda menjadi wirausaha. Padahal, ada survei menyebutkan bahwa 72 persen anak muda kini bercita-cita menjadi pengusaha, ketimbang karyawan. “Memang, ada beberapa kampus yang sudah berubah pola pikirnya. Mereka tidak lagi mewajibkan skripsi melainkan business plan sejak awal kuliah. Setelah lulus sarjana, dia menjadi pebisnis,” ucap Menteri Teten dihadapan 600 mahasiswa.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM Arie Sujito menyebutkan bahwa kolaborasi antara UGM dan KemenkopUKM RI bertujuan untuk membentuk wirausaha yang berdaya dan menciptakan ekosistem yang inklusif. “Semua itu tidak mungkin hanya dinakhodai KemenkopUKM, tapi kita butuh kolaborasi,” tegas Arie.
Menurut Arie, Indonesia harus bersiap untuk menyambut bonus yang demografi, dan diharapkan mahasiswa bisa menjadi kekuatan entrepreneur. “Berwirausaha bukan untuk berkarir, tapi terlibat untuk pemberdayaan. Bahkan, harus menjadi arena pembentukan karakter, pemberdayaan, dan ajang menuangkan kreativitas, serta inovasi. Karena, keberlanjutan itu sangat penting,” pungkas Arie.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto