
Air irigasi berperan penting dalam mendukung tingkat kesuburan tanah dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan. Berdasarkan data dari Kementerian PUPR tahun 2014, jaringan irigasi kewenangan pemerintah pusat yang berada dalam kondisi baik sekitar 77%, dan lebih dari separuh jaringan irigasi yang dikelola pemerintah daerah berada dalam kondisi rusak. Dari total luas daerah irigasi nasional sebesar 9,1 juta hektar, terdiri 6 juta hektar atau 65 persen dikelola pemerintah daerah dan 3,1 juta hektar sisanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya air dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) RI meluncurkan SIPASI 2.0 dalam memperkuat modernisasi sistem irigasi di Indonesia. Seperti diketahui, SIPASI 2.0 merupakan sistem pengelolaan irigasi berbasis web yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas pertanian. “Sistem ini bekerja dengan mengintegrasikan data real-time dari berbagai sumber, termasuk sensor curah hujan, kelembaban tanah, dan level air, untuk memberikan rekomendasi irigasi yang tepat guna,” kata Andri Prima Nugroho, Ph.D., selaku anggota tim peneliti kepada wartawan, Kamis (12/6).
Ia menjelaskan, keunggulan SIPASI 2.0 meliputi optimasi distribusi air berdasarkan kebutuhan tanaman, pengambilan keputusan yang lebih tepat berbasis data, peningkatan produktivitas pertanian, pemantauan real-time, dan integrasi data yang komprehensif. Dengan fitur sistem pendukung keputusan (DSS), SIPASI 2.0 memberikan simulasi dan rekomendasi untuk perencanaan dan pengelolaan irigasi yang lebih efektif, sehingga berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan nasional. “Lewat pemanfaatan teknologi informasi dan sistem pengelolaan air yang terintegrasi,” ujarnya.
Ujicoba implementasi SIPAS 2.0 di daerah irigasi Pamukkulu dan Tabo-Tabo, Sulawesi Selatan, kata Nugroho, menunjukkan peningkatan efisiensi irigasi dan produktivitas yang signifikan. “Implementasi SIPASI 2.0 di Pamukkulu dan Tabo-Tabo, yang disertai evaluasi kebijakan modernisasi irigasi, diharapkan menjadi model percontohan bagi pengembangan strategi irigasi modern di seluruh Indonesia,” katanya.
Dekan FTP UGM, Prof. Eny Harmayani, menyampaikan bahwa SIPASI 2.0 merupakan wujud komitmen akademisi dalam mendukung modernisasi irigasi melalui riset dan kepakaran. Sistem berbasis web ini dikembangkan oleh Pusat Kajian Modernisasi Irigasi dan Pertanian FTP UGM bekerja sama dengan Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR. “Sistem ini disusun untuk mengakomodasi pelaksanaan modernisasi irigasi di Indonesia sesuai dengan tuntutan masyarakat secara global untuk meningkatkan pelayanan, efisiensi, efektivitas, dan produktivitas air,” ungkapnya.
Direktur Bina Teknik, Kementerian PU, Dr. Muhammad Rizal, menekankan pentingnya modernisasi irigasi yang telah dicanangkan sejak 1985. Indonesia mengantisipasi kebutuhan ini dengan membentuk Tim Modernisasi Irigasi Indonesia sejak tahun 2011. Menurutnya, SIPASI 2.0 hadir sebagai solusi teknologi untuk menjawab tantangan modernisasi tersebut.”Dengan SIPASI 2.0, kita berharap dapat meningkatkan efisiensi irigasi secara signifikan dan berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan nasional,” terangnya.
Peluncuran SIPASI 2.0 secara resmi dilakukan oleh Prof. Eny Harmayani bersama Dr. Dian Kamila, selaku Kasubdit Data dan Informasi Sumber Daya Air, Kementerian PU dengan menekan tombol peluncuran simbolis bersama para penasihat modernisasi irigasi, yaitu Ir. Soekarsno, Dipl.HE, Ir. Djito, SP1, Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arif, dan Ir. Andi Sudirman, M.T pada 26 Mei lalu dalam pembukaan workshop Evaluasi Modernisasi Irigasi dan Pilot Project Smart Irrigation Water Management di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Penulis : Rahma Khoirunnisa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Kompas.com dan Dok. FTP