Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Pratikno, menegaskan peran pemimpin dalam menjaga kualitas lingkungan hidup di tengah pengetatan fiskal. Pratikno menekankan bahwa dunia sedang bergerak menuju target zero emission dan clean energy sehingga setiap daerah harus menempatkan pembangunan hijau sebagai prioritas.“Mimpi masyarakat dunia adalah kondisi alam yang masih perawan dan itulah yang kita miliki hari ini,” ujarnya Pratikno dalam tayangan video di acara Kagama Regional Leaders Forum diselenggarakan untuk kali pertama pada Jumat (12/12) di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Ia menegaskan bahwa Indonesia telah berkomitmen menurunkan puncak emisi pada 2030 dan membutuhkan partisipasi seluruh daerah untuk mewujudkannya. Dalam kesempatan itu, Menko Pratikno mengingatkan agar daerah yang belum dipenuhi gedung pencakar langit justru memegang dalam mitigasi perubahan iklim di masa depan.
Ketua Kagama Dr. (H.C.) Ir. Mochamad Basuki Hadimoeljono, menegaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu meningkatnya bencana alam di beberapa wilayah dan rezim pengetatan fiskal daerah. Kedua kondisi ini menguji kualitas kepemimpinan para kepala daerah.
Alumni Fakultas Teknik Geologi UGM ini menyampaikan bahwa kreativitas dan inovasi para pemimpin justru tumbuh ketika mereka menghadapi persoalan besar dan harus merumuskan solusi yang tepat. “Kreativitas seseorang dalam menghadapi masalah itu bukan karena soalnya yang susah, tetapi tentang bagaimana kita menjawab soal itu,” ujarnya.
Basuki juga menekankan bahwa kolaborasi menjadi kunci dalam penyelesaian berbagai persoalan, terutama dalam penanganan bencana dan pembangunan lintas daerah. Ia menyatakan bahwa seringkali setiap daerah merasa telah memiliki inovasi terbaik, namun justru praktik-praktik di daerah lainlah yang jauh lebih progresif. Menurutnya, forum ini hadir untuk membuka ruang berbagi pengalaman, menukar gagasan, dan memastikan bahwa berbagai inovasi kebijakan tidak berjalan sendiri. “Kolaborasi dianggap sebagai jalan agar kapasitas daerah meningkat secara kolektif dan berdampak lebih besar bagi masyarakat,” katanya.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, memberikan pesan mendalam tentang pentingnya moral pada seorang pemimpin, utamanya dalam menghadapi tantangan fiskal, fragmentasi sosial, disrupsi geopolitik, dan tekanan ekologis.
Menurut Sri Sultan, kepemimpinan tidak cukup bertumpu pada kecakapan teknis, namun harus berakar pada kejernihan batin, etika, dan kesadaran moral. Mengutip Tembang Keling dari Sri Sultan Hamengkubuwono I, Gubernur DIY ini menyampaikan bahwa niat baik tanpa kejernihan batin dapat menyesatkan arah kebijakan. “Seorang pemimpin yang terlalu mengandalkan kehendak pribadi serta mengabaikan isyarat moral akan terjebak pada kebenaran simbolik tanpa kebijaksanaan substantif,” tegasnya.
Sultan juga mengaitkan kepemimpinan transformatif dengan landasan nilai peradaban yang sebelumnya telah dicetuskan oleh para pemikir besar, beberapa diantaranya Bung Karno, Franz Magnis-Suseno, Jansen H. Sinamo, Komarudin Hidayat, hingga Nelson Mandela. Bagi Sri Sultan, sebuah bangsa hanya dapat bertahan jika pemimpinnya memiliki kerangka nilai yang kokoh, mampu menjaga integritas moral, serta mampu menata dialog publik secara inklusif. Dalam pandangan beliau, kepemimpinan masa kini harus dapat menerjemahkan visi jangka panjang ke dalam kebijakan fleksibel terhadap inovasi dan perubahan. “Kerakyatan juga ditekankan agar tidak padam oleh kepentingan kekuasaan, melainkan terus hadir melalui keberanian mengambil keputusan sulit secara jujur dan kolaboratif,” paparnya.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie
