
Fenomena job hugging atau kecenderungan untuk tetap bertahan dalam satu pekerjaan yang tengah dijalani, meskipun sudah tidak memiliki minat dan motivasi dalam pekerjaan tersebut kini tengah menghinggapi sebagian masyarakat Indonesia. Hal itu terpaksa dilakukan agar dapat bertahan hidup dimana ketidakpastian lapangan kerja kerap kali membayangi. Belum lagi maraknya ancaman PHK Massal dan tekanan ekonomi yang semakin memberatkan masyarakat.
Guru Besar Fisipol UGM sekaligus pengamat ketenagakerjaan, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A., mengungkapkan fenomena ini sebenarnya bukanlah hal baru, melainkan sudah ada sejak dahulu. Situasi pasar kerja yang cukup sulit, menjadi salah satu faktor masyarakat cenderung bertahan pada pekerjaannya. “Mencari pekerjaan baru memiliki resiko yang tinggi, maka mereka cenderung memilih bertahan,” ungkapnya, Rabu (17/9).
Selain itu, faktor keamanan finansial dan stabilitas menjadi alasan paling dominan dalam job hugging meskipun situasi kerja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. “Berharap burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan,” ucapnya menganalogikan dengan situasi para pekerja saat ini dengan pepatah tersebut. “Lebih baik bertahan dengan pekerjaan yang ada saat ini daripada mengambil keputusan yang cukup beresiko dan belum pasti untuk kedepannya,” sambungnya.
Menurutnya, situasi pasar kerja dalam lima tahun belakangan ini yang tidak menentu. Angka pengangguran tinggi, daya beli rendah, laju ekonomi yang melambat. Permasalahan ini juga memiliki efek domino terhadap serapan tenaga kerja baru terutama untuk fresh graduate. “Nah, inilah yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Saat ini mencapai 7,4 persen dan tertinggi di Asia Tenggara. Mayoritas dari pengangguran adalah usia pencari kerja antara usia 15 – 24 tahun,” ungkapnya.
Jalan pintas yang saat ini banyak dipilih adalah dengan menambah pekerjaan di samping melakoni pekerjaan utama. Hal itu dilakukan daripada harus mengambil resiko dengan melepaskan pekerjaan lama untuk mencari pekerjaan baru yang belum pasti. “Masyarakat lebih memilih untuk menambah pemasukan dari pekerjaan sampingan seperti freelance atau bisnis kecil-kecilan,” pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik