
Generasi Z saat ini menjadi salah satu kelompok penduduk usia produktif yang paling dominan di Indonesia yang memiliki banyak keunggulan, seperti kemampuan adaptasi teknologi yang tinggi, orientasi pada tujuan, dan rasa percaya diri yang besar. Namun, disisi lain, mereka juga sangat rentan terhadap tekanan sosial dan emosional, terutama karena pengaruh media sosial yang begitu besar dalam kehidupan sehari-hari yang memicu memicu fenomena Fear of Missing Out (FOMO) yang berdampak pada kesehatan mental seperti kecemasan, stres, bahkan depresi. Salah satu contohnya adalah ketika terjadi tekanan sosial dalam menyelesaikan studi mahasiswa. Maka dari itu, dukungan dari orang tua dan lingkungan menjadi sangat penting dalam membentuk kepribadian dan emosional para Generasi Z.
Pakar Psikologi Klinis dari FKKMK UGM Prof. Dr. Yayi Suryo Prabandari, M.Sc., Ph.D., dari FK-KMK UGM memaparkan secara komprehensif tentang karakteristik generasi Z ini lebih optimis dibandingkan generasi sebelumnya karena mereka sangat percaya diri. Kepercayaan diri mereka tinggi, dan ambisi mereka pun besar. Meski begitu, beberapa perlu disadarkan tentang kemampuan mereka agar tidak berdampak pada kesehatan mental mereka. “Orang tua perlu membimbing anak dengan benar sesuai karakteristiknya,” ujarnya dalam seminar parenting yang diinisiasi oleh Persatuan Orang Tua Mahasiswa (POTMA) Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk “Membangun Karakter Tangguh Generasi Z” pada Minggu (11/5), di Hotel UC UGM.
Di bidang pendidikan, Generasi Z menunjukkan preferensi sendiri terhadap metode belajar yang personal, interaktif, dan berbasis teknologi. Mereka cenderung tidak tertarik pada metode ceramah konvensional dan lebih menyukai penggunaan Learning Management System (LMS), video interaktif, hingga platform digital menjadi media yang efektif dalam pembelajaran mereka. “Jadi, salah satu kajian menunjukkan bahwa Generasi Z lebih suka pembelajaran berbasis grafik, tidak suka lecture. Kalau dosennya ngomongnya monoton menurutnya itu membosankan. Jadi mereka senang feedback dan lebih suka belajar yang di-custom,” jelas Prof. Yayi.
Ia juga menyoroti pentingnya memahami bahwa anak-anak saat ini tidak hanya ingin ‘menjadi seperti orang tua mereka’, tetapi mencari jati diri dan jalan mereka sendiri. Maka, orang tua diharapkan tidak membandingkan masa lalu dengan masa kini, melainkan mencoba memahami realitas dan tantangan yang dihadapi anak-anak saat ini. “Orang tua mahasiswa-mahasiswi, memang kita perlu bersabar dengan generasi setelah kita. Oleh karena itu, bapak-ibu perlu penyesuaian. Namun, seperti yang saya sampaikan tadi, generasi Z sebenarnya senang diajak komunikasi, dan lebih baik dilakukan dengan cara diskusi dan dialog,” pungkasnya.
Ketua POTMA Fakultas Peternakan UGM, Cossa Rusmala Dewi Tamia, mengakui orang tua mahasiswa perlu mendapat pengetahuan yang mendalam soal pendampingan terhadap anak selama menempuh studinya di pendidikan tinggi. “Kami meyakini bahwa pemberdayaan orang tua akan berkontribusi pada kesuksesan mahasiswa dan melahirkan generasi muda yang lebih siap dalam menghadapi masa depan,” katanya.
Ir. R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc. Ph.D., IPM., ASEAN Eng., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fapet UGM turut mengapresiasi inisiatif dari POTMA menyelenggarakan seminar parenting. Ia sepakat bahwa persoalan kesehatan mental saat ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar mahasiswa. “Kita berharap dari seminar ini nantinya para orang tua juga dapat belajar bagaimana caranya untuk bisa ikut mendampingi dan mendorong semangat belajar anak-anaknya,” ujar Ahmad.
Dalam rangkaian kegiatan POTMA kali ini, Fakultas Pertanian UGM juga melaksanakan Tour Kampus UGM dengan sepeda UGM, Awarding Awardee Beasiswa POTMA, serta seminar lainnya yakni Seminar “Meningkatkan Peluang dan Income dengan Sistem Smart Farming dalam Dunia Peternakan.”
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson