Hilirisasi menjadi hal yang gencar digaungkan sebagai impian negara. Baru-baru ini, salah satu dari agenda besar hilirisasi mulai terwujud dengan diresmikannya smelter Freeport di Gresik. Peresmian ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, pda 23 september silam. Pada hari yang sama, Jokowi juga meresmikan smelter di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Pakar Ekonomi UGM, Dr. Fahmy Radhi, MBA, Ph.D., menilai ada dua indikator yang dapat digunakan dalam memandang hilirisasi tambang ini. Pertama, tujuan pembangunan smelter ini dinilai positif, yakni mendongkrak nilai tambah dari tambang agar tidak lagi berpusat pada konsumsi domestik. Negara dapat mendulang keuntungan ekonomi dengan nilai tambah yang naik. Berbeda jika menjual konsentrat dengan harga yang terlampau murah, royaltinya rendah, dan juga pajak yang rendah. Dengan adanya smelter ini, mineral dapat diolah lebih lanjut seperti halnya menjadi katoda hingga bernilai jual lebih besar. Kedua, pembangunan ekosistem industri menjadi hal yang tidak kalah penting dari tujuan utama tersebut.
“Peresmian ini cukup strategis karena sesungguhnya smelter ini dibutuhkan, khususnya di Gresik, utamanya untuk timah di Freeport. Freeport sudah terlalu lama melakukan hilirisasi di luar negeri meskipun sudah dilarang. Harapannya tidak ada lagi ekspor konsentrat,” terangnya, Kamis (3/10).
Tidak berhenti sampai di situ, Fahmy mengungkap bahwa smelter dapat mendorong tumbuhnya industri lain yang menghasilkan produk-produk turunan. Itulah ekosistem industri yang menurutnya harus dibangun. Jika ekosistem industri ini telah terbentuk dan terintegrasi dengan baik, Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya menjadi negara industri. Namun demikian, pihaknya memberikan catatan penting bahwa pemerintah harus memiliki komitmen kuat dan ketegasan dalam menegakkan regulasi yang telah dibuat demi kelanggengan ekosistem ini.
“Pemerintah perlu kebijakan atau regulasi yang memaksa dan penegakannya harus jelas. Jika keterkaitan ekonomi sudah terbentuk, saya yakin investor datang tidak perlu dipaksa dan mereka akan invest di berbagai line industri terkait. Apalagi disertakan iklim investasi yang sehat serta berlimpahnya resource dari hulu ke hilir. Ini tentunya menarik bagi investor.”
Di samping itu, Fahmy turut menyoroti bahwa tenaga kerja yang diprioritaskan adalah tenaga kerja yang ada di sekitar wilayah smelter. Hal tersebut memberikan kesempatan terbukanya lapangan pekerjaan dan memberi kontribusi ekonomi terhadap pendapatan daerah. Namun, masalah lingkungan yang akan dihadapi juga tidak dapat disepelekan. Oleh sebab itu, beliau mendorong agar pemerintah dapat tegas supaya industri bertanggung jawab ikut membiayai atau menanggung perbaikan lingkungan.
“Rencana ini lebih banyak sisi positif asalkan pemerintah serius dan konsisten. Tidak hanya mengejar nilai tambah, tetapi juga membangun ekosistem industri yang akan menjadi dasar industrialisasi di Indonesia. Indonesia emas salah satu harapannya dari hilirisasi. Kabinet berikutnya harus memiliki komitmen dalam pengembangannya secara terus menerus,” pungkasnya.
Penulis : Bolivia
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok.Suara Pembaruan