Wacana pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia 2045 terus digaungkan di berbagai sektor. Kementrian PPN/Bappenas telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2022-2045 guna mendukung visi Indonesia emas 2045. Isu tersebut pun dibahas dalam seminar umum bertema “Foresight For and As Policy: Shaping the Future Through Synergistic Approach” oleh Institute for Policy Departement UGM bersama NALAR Institute pada Senin (7/8).
Konsep “Foresight” atau tinjauan masa depan diperkenalkan sebagai konsep analisis dan sistem eksplorasi masa depan melalui berbagai probabilitas yang digunakan sebagai basis pengambilan keputusan dalam kebijakan. Tinjauan tersebut dilakukan melalui pertimbangan-pertimbangan isu terkini dan bagaimana menghadirkan solusi yang berkelanjutan. “Saya yakin konsep foresight ini sangat penting dalam dasar untuk mengambil keputusan. Akan ada banyak tantangan di masa depan yang tidak bisa diperkirakan dengan pasti. Tentunya, berbagai pembelajaran penting yang pernah terjadi bisa menjadi evaluasi untuk menghadapi isu selanjutnya. Untuk itu, kami mengundang mahasiswa dan teman-teman untuk memperkenalkan konsep ini,” tutur Wahyudi Kumorotomo, selaku Kepala Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM.
“Salah satu alasan kenapa tinjauan masa depan ini menjadi penting adalah kondisi Indonesia yang telah terperangkap sebagai negara dengan penghasilan menengah selama lebih dari 30 tahun. Pandemi lalu, Indonesia memang berhasil melewati krisis ekonomi setelah sempat mengalami penurunan sebagai negara berpenghasilan rendah. Namun setelah itu pun belum ada peningkatan yang bisa membuat kita berada di high-income economy,” ujar Founder NALAR Institute sekaligus pemerhati politik kebijakan Indonesia, Yanuar Nugroho.
Kondisi Indonesia saat ini dinilai sangat disayangkan, mengingat visi Indonesia Emas 2045 semakin dekat. Usaha-usaha untuk mendorong perekonomian ini hanya satu dari berbagai wacana yang harus segera tuntas untuk mewujudkan visi tersebut. “Penting bagi kita untuk memperdalam tinjauan dan membentuk masa depan bangsa. Karena jika bukan kita yang membentuknya, bisa jadi Indonesia tidak bisa bersaing di dunia atau bahkan masa depan kita dibentuk oleh negara lain,” tambahnya.
Seminar sekaligus kuliah umum tersebut turut menghadirkan pemerhati politik kebijakan Indonesia dari University of Manchester, Inggris, yaitu Joe Ravetz. Selama bertahun-tahun Joe telah memperhatikan bagaimana politik Indonesia berkembang dan apa dampak yang disebabkan dinamika tersebut. “Kalau kita bicara politik, lebih kepada kompetisi yang terjadi. Politik saat ini bukan hanya tentang representasi, demokrasi, hak-hak rakyat, namun juga kompetisi pembagian kuasa. Ada lebih dari 70 karakter politik bahkan di sebuah negara, dan inilah yang terkadang membuat birokrasi justru menjadi penghambat,” kata Joe.
Uniknya, peserta tidak hanya mendengarkan pemaparan materi dari pembicara, tapi juga diberikan waktu untuk berdiskusi sesuai topik yang dipilih. Joe secara langsung mengajarkan bagaimana menerapkan sistem analisis tinjauan masa depan dalam memutuskan berbagai kebijakan di pemerintah. Melalui metode ini, peserta yang hadir diharapkan mampu menjadi agent of change dan pemerhati kebijakan politik Indonesia.
Penulis: Tasya