Saat ini beberapa jenis pohon tropika, seperti jati, pinus dan meranti berhasil tumbuh sangat cepat. Produktivitas dan pertambahan volume pohon atau riap tegakan semakin besar per satuan waktunya. Pertumbuhan yang begitu mengesankan tersebut berkat penelitian dan inovasi bidang pemuliaan pohon. Sebelum ini, hasil penebangan pohon jati biasa pada akhir daur dengan rerata umur 40 tahun hanya mencapai 68,7 meter kubik per hektar. Sementara itu, setelah penemuan klon jati unggul yang secara komersial dikenal sebagai Jati Plus Perhutani (JPP) I dan II, hasilnya menjadi berlipat ganda. Saat penebangan JPP berumur 14 tahun dengan diameter 21 cm dapat mencapai volume kayu 137 meter kubik per hektar.
Pemuliaan pohon sudah diterapkan pula pada pinus dan meranti. Dahulu, rerata produktivitas getah pinus konvensional hanya 6 gram per pohon per hari. Sementara itu, jenis unggul pinus bocor getah menghasilkan 19 gram per pohon per hari atau minimal 50 gram dalam tiga hari. Lain lagi dengan jenis meranti. Pemuliaan pohon meranti disertai pengembangan teknik penanaman yang dikenal sebagai Silvikultur Intensif (SILIN).
Hal ini terungkap dari pemaparan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perum Perhutani, Endung Trihartaka dan Sekretaris Jenderal APHI, Ir. Purwadi Soeprihanto, S.Hut., M.E. dalam Seminar Nasional “Implementasi Pemuliaan Pohon dalam Mendukung Perhutanan Sosial dan Kelestarian Pengelolaan Hutan Indonesia” di Wisma MM UGM, Kamis(16/5). Seminar Nasional ini bertepatan dengan Purna Tugas Guru Besar Bidang Pemuliaan Pohon UGM, Prof. Dr. Ir. Mohammad Na’iem, M.Agr.Sc. Nampak hadir pula Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ir. Dyah Murtiningsih, M.Hum, mantan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Prof. Dr. Ir. San Afri, M.Sc., Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Dr. Ir. Ayu Dewi Utari, M.Si., Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Dr. Ir. Mahfudz, M.P., Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., MP.,M.Sc., Ph.D., IPU., Dekan Fakultas Vokasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Muh. Restu, M.P., dan tamu undangan lainnya.
Prof. Mohammad Na’iem bersama pakar-pakar pemuliaan pohon UGM lainnya, antara lain: (alm.) Prof. Dr. Oemi Hani’in Suseno dan (alm.) Prof. Dr. Ir. Soekotjo telah berhasil mempelopori pengembangan pemuliaan pohon dan program breeding di Indonesia. Di samping itu, alumni Universitas Tsukuba Jepang (1985-1992) ini juga sukses membangun uji genetik beberapa jenis pohon hutan, hutan jati prospektif (JAPRO), hutan untuk produksi pangan (Integrated Forestry Farming System), hutan tanaman meranti prospektif, serta kebun konservasi dan uji keturunan durian. Kemudian Prof. Mohammad Na’iem merintis pula fasilitas riset pemuliaan pohon seperti Laboratorium Isozim Fakultas Kehutanan UGM, Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, Hutan Pendidikan Wanagama, dan Pusat Pemuliaan Pohon Jati (P3J) Cepu.
Dalam pidato purna tugasnya yang berjudul “Perkembangan Ilmu Pemuliaan Pohon dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menjaga Kelestarian Pengelolaan Hutan”, Prof. Mohammad Naiem menjelaskan bahwa program pemuliaan pohon jati diawali pada tahun 1981 melalui eksplorasi pencarian 600 pohon plus jati ke seluruh ras lahan di Indonesia, baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Sifat unggulnya berupa batang kayunya lurus dari pangkal sampai ujung sehingga volumenya akan lebih besar. Kemudian mulai 1997 dilakukan pembangunan plot-plot uji keturunan half-sib (1997-2003), uji klon (1998-2008), kebun pangkas, serta kebun benih semai dan kebun benih klon.
“Hasil koleksi pohon plus jati tersebut kemudian kami uji keturunan dan uji multi lokasi untuk menguji performance setiap pohon plus terseleksi dari berbagai wilayah Perum Perhutani di Jawa,” ungkap Prof. Mohammad Naiem. Menurutnya pula pembangunan kebun pangkas dan perhutanan klon secara masif bertujuan untuk memperoleh hasil pertumbuhan jati yang seragam dengan produksi kayu yang tinggi.
Capaian peningkatan produktivitas tersebut sejalan dengan harapan bisnis Perum Perhutani. Hingga tahun 2023, Perum Perhutani telah menanam jati unggul hasil pemuliaan seluas 483.720,7 hektar dari keseluruhan seluas 1,2 juta hektar kelas perusahaan jati. Sedangkan kebun pangkas jati unggul tersebar di 25 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dengan 350.000 indukan berkapasitas produksi sekitar 35 juta bibit per tahun. Pihaknya pun mengelola sekitar 2,4 juta hektar hutan di Pulau Jawa yang meliputi hutan produksi dan hutan lindung. Semua hal tersebut disajikan dalam presentasi Endung berjudul “Kontribusi Pemuliaan dalam Peningkatan Aktivitas Hutan Tanaman Perhutani”.
“Sebagai salah satu upaya peningkatan bisnis perusahaan maka diperlukan peningkatan produktivitas masing-masing produk bisnis melalui riset pemuliaan pohon dan pengembangan tanaman,” ungkap Endung yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah.
Adapun Purwadi menguraikan “Strategi Pemuliaan Pohon dalam Pengelolaan Hutan Tanaman dan Hutan Alam untuk Mendukung Peningkatan Serapan Karbon dan Kegiatan Pengusahaan Hutan. Selaku Direktur Eksekutif APHI, walaupun sektor kehutanan menghadapi tantangan yang luar biasa besar, namun Purwadi berharap bahwa penebangan kayu di hutan alam haruslah sangat selektif. Hal ini mengingat bahwa kini hutan alam tinggal 4,5 juta hektar. Luasannya telah menurun drastis dari sekitar 15 juta hektar pada tahun 2013. Untuk itu, penerapan SILIN oleh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) diupayakan sesuai target capaian sebesar 1,4 juta hektar.
Pola tanam dengan teknik SILIN ini merupakan strategi pemuliaan pohon dalam hutan alam karena mampu meningkatkan produktivitas. Selain itu, Purwadi menambahkan pula diversifikasi kelompok jenis, penetapan daur optimal, serta memperkuat program tambahan pemanfaatan NEK dan mempertimbangkan utilisasi di dalam industri plywood dan wood working.
Penulis: Hadianto