Titik kritis sebagai penentu keberhasilan ternak ayam kampung ada pada 7 hari pertama sejak ditetaskan. Pada masa krusial ini, pakan, suhu, dan tempat tinggal harus terpenuhi dengan baik. Apabila tidak demikian, ayam kampung tidak akan dapat berkembang dengan maksimal. Manajemen brooding atau pemanasan harus dilakukan dengan rentang suhu 31-33 derajat celcius. Peternak juga perlu mengatur ketinggian tempat pakan dan minum setinggi punggung ayam serta mengelompokkan ukuran ayam supaya mudah.
“Kuncinya, pahami unggas yang anda rawat dengan baik. Makanan, temperatur, dan jam pemberian makan harus konsisten. Tidak boleh bosenan. Harus senang, sabar, dan disiplin,” kata Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Dr. Ir. Heru Sasongko, M.P., IPM., ASEAN Eng., dalam kuliah gratis yang bertajuk “Sukses Beternak Ayam Kampung” yang digelar Jumat (27/9) di ruang Auditorium Fakultas Peternakan.
Heru Sasongko menyampaikan bahwa unggas layaknya mesin biologis dilengkapi dengan sifat-sifat umumnya, yakni sistem pencernaan sederhana, laju metabolisme cepat, dan mudah stres sehingga manajemen pemeliharaan ayam kampung di minggu pertama sangat menentukan tingkat keberhasilannya.
Sementara soal manajemen pakan untuk ayam kampung, menurut pakar nutrisi unggas, Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., Asean Eng., menuturkan bahwa ayam kampung mudah mati kalau manajemen pakan kurang baik. Ia menjelaskan sering dijumpai ayam yang tidak diberikan air. Padahal, air minum adalah hal yang penting agar ayam tetap mau makan. “Alangkah lebih baik lagi jika air minumnya bersih dan suhunya sejuk atau dingin,” ujarnya.
Nanung menyampaikan sebagus apapun anakan ayamnya, jika pakannya tidak berkualitas nutrisinya maka perkembangannya tidak akan baik. Ia menyebutkan gejala klasik yang sering muncul adalah kasus malnutrisi yang terjadi pada ayam kampung baik untuk petelur maupun pedaging.
Nanung menyebutkan bahan pakan alternatif ayam kampung yang bisa diolah secara sederhana berupa jagung, dedak padi, tepung gaplek, mata ikan, maggot, cacing tanah, keong mas, tepung ikan lokal, atau bungkil kelapa lengkap dengan kandungannya. Menurutnya jenis bahan pakan ini bisa menjadi pilihan. “Peternak mampu menyesuaikan pakan apa yang kiranya cocok dengan target nutrisi yang dirasa masih kurang pada ayam ternaknya,” katanya.
Peneliti kajian sosial ekonomi ternak Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, M.M., IPM., mengatakan peternak ayam kampung mendapatkan pengetahuan dari hulu ke hilir soal budidaya ternak ayam kampung hingga proses pemasaran. Pasalnya, segmen pasar ayam kampung harus disesuaikan dengan motif, geografi, gaya hidup, dan kebiasaan masyarakat. Meski begitu, faktor yang terpenting dalam bisnis ayam kampung adalah regulasi pemerintah, kesehatan konsumen, dan selera konsumen. “Saya kira pemerintah perlu untuk memberikan stimulus dengan adanya labelisasi dan sertifikasi yang membuat calon pembeli makin yakin,” jelasnya.
Tidak hanya itu, imbuhnya, peternak unggas juga perlu mendorong munculnya konten untuk komunikasi pemasaran lebih menekankan pada manfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang produk olahan dari ayam kampung tersebut. “Harapannya, terdapat nilai tambah pada produk olahan ayam kampung berkat paparan informasi yang lengkap dan copywriting yang baik,” pungkas Suci.
Penulis : Bolivia
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik