Pelaksanaan debat calon presiden dan wakil presiden sejak Desember lalu tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Debat yang dihelat sebanyak lima kali ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi masyarakat untuk memberikan hak pilihnya. Minggu, 7 Januari, debat calon presiden ketiga dilaksanakan dengan tema “Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik”. Dosen Hubungan Internasional UGM, Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti memberikan pandangan terkait debat tersebut.
“Kondisi yang sekarang, kembali ke 10 atau 9 tahun terakhir politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Pak Jokowi. Bisa kita lihat dalam masa kepemimpinan beliau kebijakan politik luar negeri Indonesia seringkali menempatkan politik luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan nasional. Itu yang selalu menjadi arahan dari Pak Jokowi,” ungkap Prof. Poppy, Selasa (23/1). Kebijakan tersebut dinilai menguntungkan dan potensial karena dapat mendongkrak ekonomi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tapi di sisi lain, peran Indonesia di mata dunia justru belum terlihat. Sedangkan untuk menjadi negara maju, Indonesia harus memberikan peran penting juga untuk dunia internasional.
Ketiga capres memiliki pandangan yang berbeda terkait hubungan internasional dan politik luar negeri Indonesia. Anies Baswedan berpendapat, Indonesia harus kembali menjadi penentu arah perdamaian global. Kemudian di sisi lain, Prabowo Subianto menjelaskan bahwa Indonesia harus fokus memperkuat ekonomi dalam negeri. Sedangkan Ganjar Pranowo berpendapat bahwa politik luar negeri harus berjalan dengan tidak melupakan kepentingan nasional. Ketiganya menunjukkan signifikansi berpikir yang berbeda. Menurut Prof. Poppy, dunia internasional saat ini tidak bisa dilihat sebagai potensi ancaman saja, melainkan juga potensi kerja sama untuk menyeimbangkannya dengan kepentingan nasional.
“Menurut saya Pak Prabowo masih melihat dunia dengan kacamata perang dunia, semua dianggap sebagai ancaman. Sedangkan Pak Ganjar, beliau memiliki kesadaran akan posisi politik luar negeri kita yang perlu dicermati. Kalau Pak Anies ini menarik melihat bagaimana kita lebih punya peran di dalam menentukan agenda setting di tingkat global. Tetapi sayangnya, tidak dielaborasi lebih jauh bagaimana itu dilakukan dan sejauh mana itu berbeda dengan kondisi sekarang,” komentar Prof. Poppy.
Peran Indonesia di mata dunia telah diupayakan dalam pemerintah saat ini, salah satunya melalui kerja sama negara selatan-selatan yang juga menjadi salah satu topik debat capres-cawapres. Ketiga capres angkat bicara tentang bagaimana meningkatkan dan optimalisasi arah gerak untuk negara selatan-selatan. Sayangnya, Prof. Poppy mengatakan ketiga capres melupakan adanya Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI). Lembaga ini bertujuan untuk mengelola kerja sama pembangunan internasional dalam bentuk bantuan untuk pemerintah asing.
“Ini juga yang menjadi catatan dari debat kemarin, ketiganya sama-sama lupa bahwa Indonesia sudah memiliki LDKPI atau Indonesian AID. Jika Pak Anies, Pak Ganjar, dan Pak Prabowo ingin Indonesia lebih punya peran dalam kerja sama selatan-selatan itu saya kira akan jauh lebih bermakna kalau setidaknya beliau menyebutkan instrumennya, lewat LDKPI ini. Jadi menurut saya kerja sama selatan-selatan ini bisa ditingkatkan melalui lembaga ini,” tutur Prof. Poppy. Menurutnya, secara ekonomi Indonesia sudah memiliki kekuatan tersendiri. Inilah saatnya untuk memperkuat peran Indonesia dengan memberikan bantuan dan arahan pada negara lain.
Berlangsungnya debat capres-cawapres ini menarik perhatian dan menghidupkan kembali diskusi-diskusi publik terkait politik. Kendati demikian, Prof. Poppy berpesan agar siapapun yang terpilih menjadi presiden perlu punya arahan yang lebih jelas tentang prinsip politik luar negeri bebas-aktif Indonesia. “Tentu saja politik bebas-aktif sebagai prinsip dasar politik luar negeri kita dan ada dinamika politik global yang terus berubah. Kemudian perlu punya kemampuan untuk menjembatani dua aspek yang sama penting, yaitu mendudukan kebijakan luar negeri untuk melayani kepentingan domestik, tapi di saat yang bersamaan perlu menekankan kembali peran Indonesia pada dunia internasional,” tambah Prof. Poppy.
Penulis: Tasya