
Universitas Gadjah Mada bersama dengan Indonesia Seagrass Mapping Partnership yang terdiri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Universitas Hasanuddin tengah menyiapkan peta nasional ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang ditargetkan akan diluncurkan pada akhir 2025. Peta ini penting sebagai dasar pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya laut, perubahan iklim, hingga valuasi ekonomi ekosistem karbon biru di Indonesia.
Pakar pemetaan padang lamun dari Fakultas Geografi UGM, Prof. Pramaditya Wicaksono, menyambut positif adanya peta nasional ekosistem terumbu karang dan padang lamun untuk perhitungan serapan karbon dalam Nationally Determined Contribution (NDC), ocean accounting, hingga perizinan pembangunan di laut. Pasalnya, data lamun nasional masih terbatas. Hingga saat ini, luasan yang tervalidasi baru sekitar 290 ribu hektare. “Jauh dari potensi sesungguhnya,” katanya, Jumat (22/8), di kampus UGM.
Menurutnya, tantangan utama pemetaan terumbu karang dan padang lamun nasional adalah luasnya wilayah Indonesia yang mustahil dipetakan hanya dengan survei lapangan. Karena itu, menurutnya, diperlukan upaya untuk mengintegrasikan teknologi penginderaan jauh dan data hasil survei lapangan yang kedepan dapat dikombinasikan melalui pendekatan citizen science.
Selain tantangan teknis, persoalan koordinasi antar lembaga juga menjadi kendala. Selama ini, banyak data yang tersebar di berbagai instansi tanpa akses, standar, dan pemanfaatan yang jelas. Melalui kegiatan pemetaan terumbu karang dan lamun nasional yang didanai oleh The David and Lucile Packard Foundation ini, semua pemangku kepentingan mulai dari universitas, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, hingga non-government organization (NGO) dikumpulkan untuk membangun komunikasi, menyelaraskan peran, dan menetapkan standar data nasional untuk pemetaan terumbu karang dan padang lamun.
“Kita akan segera memiliki peta lamun nasional pertama. Bahkan, sejumlah negara besar pun belum memiliki peta sejenis yang terintegrasi secara nasional. Hal ini akan menjadi prestasi penting, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga sebagai kontribusi pada upaya global dalam pengelolaan ekosistem karbon biru,” ujarnya.
Soal target peluncuran peta ekosistem terumbu karang dan padang lamun di akhir 2025, Pramaditya mengharapkan hal ini menjadi tonggak sejarah dalam pengelolaan ekosistem laut Indonesia, serta memperkuat peran negara dalam mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Shutterstock