
Kemunculan video iklan Prabowo di bioskop komersil menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Perdebatan muncul di kalangan warga net. Mereka menganggap cara seperti ini dianggap sebagai bentuk kebiasaan Orde Baru, yang dengan sengaja menampilkan iklan dalam media komunikasi satu arah dimana tidak terdapat ruang diskusi di dalamnya.
Dosen Komunikasi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Prof Nyarwi Ahmad, mempertanyakan tujuan dari pemerintah memilih bioskop sebagai media untuk sosialisasi. Padahal bioskop merupakan media komersial. “Apakah pemerintah tidak memiliki cara yang lebih inovatif untuk menyampaikan informasi mengenai keberhasilan program kerjanya?”, tanya Nyarwi, kamis (18/9).
Menurutnya, sangat wajar apabila publik menganggap penayangan iklan ini merupakan pola propaganda. Sebab, penayangan video iklan pemerintah di bioskop juga menimbulkan interpretasi lain dari masyarakat, pasalnya bioskop merupakan tempat dimana tontonan yang disajikan merupakan cerita fiksi belaka. “Nah, disini audiens jadi mempertanyakan apakah program kerja yang disampaikan ini nyata atau sebaliknya,” terangnya.
Bagi Nyarwi, pola-pola propaganda semacam ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh era pemerintahan Orde Baru. Konten yang dibuat oleh pemerintah dan disebarkan satu arah dimana tidak ada interaksi dan diskusi. “Kenapa pemerintah nyaman menggunakan pola komunikasi seperti ini, saya kira ini termasuk dalam bentuk propaganda”, ungkapnya.
Pola ini dapat menimbulkan sinisme dari masyarakat kepada Presiden dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Apalagi di tengah banyak isu yang menerpa, seharus waktu dimana Presiden Prabowo membutuhkan banyak dukungan dari masyarakat. “Saya kira tim dari Presiden harus lebih inovatif dalam melakukan komunikasi publik,” terangnya.
Di sisi lain, Nyarwi menuturkan bioskop sebagai ruang publik yang digunakan untuk menyampaikan propaganda ini merupakan ruang komersil maka perlu diperhatikan apakah adakah potensi melanggar etika konsumen atau tidak. “Di era masyarakat demokrasi penting bagi setiap pihak, baik itu pihak pengelola bioskop maupun pemerintah untuk mengerti hak dari konsumen,” pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik