Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra pada akhir november 2025 mengakibatkan dampak yang luas, tidak hanya pada infrastruktur, tetapi juga pada kondisi fisik dan psikologis masyarakat terdampak. Pakar psikologisosial dari Universitas Gadjah Mada, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog, menilai bahwa bencana ini menjadi situasi yang sangat berat karena terjadi secara tiba-tiba dan menimbulkan penderitaan berlapis, terutama akibat terputusnya akses bantuan di beberapa wilayah. Diana menyampaikan bahwa banyak jembatan yang putus membuat distribusi bantuan harus ditempuh melalui jalur udara menggunakan helikopter.
“Kondisi banjir ini sesuatu yang sangat mengejutkan karena orang tidak pernah benar-benar siap terhadap bencana. Eskalasi dampaknya juga sangat luas, dan penderitaan menjadi semakin berat karena banyak jembatan yang putus, sehingga bantuan harus melalui helikopter,” ujarnya, Senin (8/12).
Menurut Diana, pada fase awal tanggap darurat, kebutuhan paling utama yang harus segera dipenuhi adalah logistik dan tempat tinggal yang layak bagi para penyintas. Ia menekankan bahwa kesejahteraan psikologis tidak akan mungkin pulih jika kebutuhan dasar belum terpenuhi. “Kalau kita bicara tentang well-being atau kesejahteraan fisik dan psikologis, nomor satu itu basic needs harus terpenuhi dulu. Masyarakat harus kembali pada kondisi yang nyaman. Jadi yang sangat penting adalah bagaimana kebutuhan dasar mereka bisa terpenuhi dan bagaimana mereka merasa tersupport,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar menjadi fondasi utama sebelum masuk pada tahapan pemulihan yang lebih panjang. Setelah fase darurat terlewati, Diana menyebutkan bahwa pihaknya bersama berbagai pemangku kepentingan akan menyusun program pemulihan jangka menengah dan panjang di wilayah terdampak, khususnya di Aceh. Program tersebut akan dirancang melalui workshop bersama pemerintah daerah dan pihak terkait. “Setelah fase emergensi terlewati, kami akan workshop dengan para pemangku kepentingan di Aceh untuk membantu merancang program recovery jangka menengah dan jangka panjang. Saat ini kami juga bergerak melalui kerja sama dengan kampus-kampus lokal,” ungkapnya.
Pendekatan ini dinilai penting agar pemulihan dilakukan secara berkelanjutan dan berbasis kebutuhan riil masyarakat di lapangan. Dalam aspek bantuan yang bersifat paling mendesak saat ini, Diana menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak-anak. Ia menjelaskan bahwa timnya memprioritaskan penyediaan dignity kit dan alat belajar untuk anak-anak sebagai bagian dari upaya pemulihan aktivitas harian dan mental mereka. “Untuk sekarang, kita prioritaskan dignity kit dan alat belajar untuk anak-anak, karena itu membantu mereka segera kembali menjalani kehidupan sehari-hari. Kita juga melatih para relawan dengan psychological first aid agar mereka bisa mendampingi penyintas saat memenuhi kebutuhan makan dan kebutuhan dasar lainnya,” terangnya.
Dignity kit tersebut mencakup pembalut, perlengkapan mandi, popok, dan kebutuhan personal lainnya yang sangat penting bagi perempuan dan anak-anak dalam situasi darurat. Diana juga mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam penanganan bencana ini adalah menjangkau lokasi-lokasi terdampak yang sulit diakses. Untuk mengatasi kendala tersebut, timnya bekerja sama dengan NGO lokal yang sudah lebih dulu berada di lapangan. “Tantangan terbesar tentu saja bagaimana cara menjangkau lokasi-lokasi bencana ini. Karena itu kami bekerja sama dengan Gentayu, salah satu NGO yang memang sudah lama di lapangan. Kami bergerak melalui mereka, karena untuk dukungan psikososial memang dibutuhkan orang-orang yang benar-benar ada di lokasi. Kami yang melakukan training, dan kami juga membantu pemenuhan kebutuhan dasar,” jelasnya.
Melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, dukungan psikososial, serta kerja sama lintas sektor dengan NGO dan institusi lokal, Diana menegaskan bahwa pemulihan pascabencana tidak hanya soal membangun kembali infrastruktur, tetapi juga membangun kembali ketahanan mental dan rasa aman masyarakat. Ia berharap langkah-langkah ini dapat membantu para penyintas untuk perlahan bangkit dan kembali menjalani kehidupan secara lebih layak dan bermartabat.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Kumparan
