Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah penyelenggaraan The European Higher Education Fair (EHEF) Indonesia 2025 yang digelar di Joglo Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Kamis (6/11). Pameran pendidikan tahunan ini mempertemukan calon mahasiswa Indonesia dengan lebih dari 80 universitas dan lembaga pendidikan tinggi dari 15 negara Eropa. Melalui kegiatan ini, pengunjung dapat memperoleh informasi terkait program studi, sistem pendidikan, dan berbagai skema beasiswa internasional. EHEF juga menampilkan sesi informasi program mobilitas akademik antarnegara. Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta dari berbagai universitas di Yogyakarta dan sekitarnya.
Direktur Kemitraan dan Relasi Global (DKRG) UGM, Prof. Dr. Puji Astuti, S.Si., M.Sc., Apt., menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan Uni Eropa kepada UGM sebagai tuan rumah kegiatan ini. Ia menilai, melalui pameran ini, UGM turut memperkuat upaya internasionalisasi kampus sekaligus membuka akses bagi mahasiswa untuk menempuh studi di luar negeri. Puji juga mendorong mahasiswa agar berani menjajaki peluang belajar lintas negara demi memperluas wawasan global. “Kami berharap kegiatan seperti ini bisa memperkuat kerja sama akademik dan membuka jalan bagi generasi muda Indonesia untuk berkiprah di tingkat internasional,” ujarnya.
Sebagai salah satu agenda besar pendidikan internasional, EHEF tidak hanya menjadi ajang promosi studi, tetapi menjadi simbol kemitraan jangka panjang antara universitas di Eropa dan Indonesia. UGM, melalui Direktorat Kemitraan dan Relasi Global, terus mendorong partisipasi aktif sivitas akademika dalam berbagai inisiatif global. Kegiatan seperti EHEF diharapkan mampu menumbuhkan semangat kolaboratif di kalangan mahasiswa. “Kami ingin menjadikan kampus sebagai ruang perjumpaan gagasan dari berbagai belahan dunia,” harap Puji.

Pameran ini disambut antusias oleh para pengunjung, terutama mahasiswa yang tengah mempersiapkan studi lanjut. Fitri Aulia Mahmud, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UGM, mengaku datang untuk mencari informasi beasiswa studi doktoral di Belanda dan pilihan kampus yang sesuai dengan minatnya. Ia menilai kegiatan seperti EHEF membantu mahasiswa mengenal lebih dekat sistem pendidikan di Eropa yang terbuka bagi pelajar internasional. “Aku memang belum tahu kampus spesifiknya, tapi sudah yakin mau ke Belanda karena sistem pendidikannya terbuka dan mendukung mahasiswa asing,” tuturnya.
Antusiasme serupa juga datang dari mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Mahesa Satya, yang berencana melanjutkan studi magister di Denmark. Ia menuturkan bahwa EHEF menjadi sarana efektif untuk menggali informasi langsung dari perwakilan universitas luar negeri. Melalui sesi konsultasi, ia memperoleh banyak penjelasan mengenai persyaratan beasiswa, riset kolaboratif, dan adaptasi lingkungan akademik di Eropa. “Aku sudah dapat insight baru soal universitas tujuan dan berencana melanjutkan S3 di Denmark,” ungkapnya.
Selain memfasilitasi konsultasi individu, EHEF juga menghadirkan sesi presentasi dari berbagai universitas peserta. Para perwakilan kampus memaparkan keunggulan akademik dan riset unggulan di bidang teknologi hijau, energi, kesehatan, serta transportasi berkelanjutan. Acara berlangsung interaktif, memungkinkan pengunjung berdialog langsung dengan staf pendidikan dan alumni dari berbagai negara. Pihak penyelenggara menyebutkan bahwa lebih dari 1.000 peluang beasiswa ditawarkan bagi pelajar Indonesia pada tahun ini.
Rangkaian EHEF 2025 selanjutnya akan digelar di Jakarta setelah penyelenggaraan di Yogyakarta. Antusiasme mahasiswa di kota pelajar ini mencerminkan besarnya minat generasi muda Indonesia untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Dengan dukungan Uni Eropa dan universitas-universitas mitra, diharapkan semakin banyak peluang kolaborasi pendidikan dan riset yang terjalin ke depan. Kegiatan ini juga menjadi cerminan komitmen bersama dalam memperkuat diplomasi pendidikan lintas negara.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie
