![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/Pandu.jpg)
Alumnus prodi Magister Akuntansi dan Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk) FEB UGM, Pandu Kurniawan, merupakan salah satu peserta yang lulus dari ujian Akuntan Publik pada Januari 2025 lalu. Untuk mendapatkan Certified Public Accountant (CPA), tidaklah mudah. Pandu mengaku ia beberapa kali mengalami kegagalan dan perlu mengulang dalam beberapa mata ujian. Semangat pantang menyerah untuk sesuatu yang ingin ia gapai selalu dipegangnya. “Setelah beberapa kali gagal, akhirnya saya lulus untuk semua mata ujian yang dilakukan selama satu tahun penuh,” kata Pandu, Senin (10/2).
Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis dan perusahaan-perusahaan Indonesia, Pandu meyakini kebutuhan akuntan publik akan terus meningkat. meskipun di sisi yang lain harus berhadapan dengan tantangan besar dengan hadirnya teknologi AI. “Teknologi ini disinyalir dapat menggantikan beberapa pekerjaan teknis. Tapi saya yakin profesi akuntan publik masih sangat dibutuhkan, terutama dalam menjaga integritas dan profesionalisme,” terangnya.
Mendapatkan sertifikasi sebagai akuntan publik awalnya bukan hal yang familiar di mata Pandu. Berawal saat ia tengah menempuh pendidikan PPAk sejak awal 2017, para pegnelola seeing mensosialisasikan adanya kemudahan bagi lulusan PPAk untuk memperoleh sertifikasi tersebut. “Ini tidak mudah. Ujian pertama saya di tahun 2019 sempat tidak lulus dan di percobaan kedua saya baru berhasil mendapatkan sertifikat CPA non-signing,” ucapnya.
Usai menempuh PPAk, di tahun 2018 ia melanjutkan S2 di Magister Akuntansi FEB UGM. Setelah menyandang gelar magister, ia pun melamar bekerja sebagai internal auditor di PT Telkom. Kinerja yang baik mengantarkannya sebagai salah satu auditor terbaik yang dikirim ke Kementerian BUMN untuk menjalani penugasan khusus.
Pantang menyerah, di tahun 2024, ia kembali mengikuti ujian CPA signing (Akuntan Publik). Menurutnya mengikuti ujian secara bertahap bukanlah hal yang mudah, apalagi harus mengulang beberapa kali seperti Workshop A dan Workshop B yang menitikberatkan pada pengetahuan teknis audit tingkat lanjut.
“Saya sempat merasa minder sebagai peserta termuda dan berpikir bahwa saya terlalu nekat mengikuti ujian Workshop. Beberapa peserta bahkan mengatakan bahwa belum saatnya saya mengikuti ujian dan sebaiknya memberi kesempatan terlebih dahulu kepada mereka yang lebih tua,” kenangnya.
Keberhasilannya meraih sertifikasi Akuntan Publik di usia relatif muda, diakui Pandu tidak lepas dari peran PPAk FEB UGM yang selalu mendukung mahasiswa menjadi profesional di bidang audit.“Program ini memiliki akreditasi Unggul yang menjamin kualitas program, tenaga pengajar, dan mahasiswanya. Selain itu, PPAk memiliki joint program dengan Magister Akuntansi FEB UGM yang akan mempersingkat masa studi dan menunjang mahasiswa ketika sudah lulus nanti,” ungkapnya.
Lingkungan belajar mengajar PPAk FEB UGM, menurutnya, kondusif. Pengalaman paling berkesan yang ia peroleh selama satu setengah tahun mulai dari matrikulasi hingga magang membuka jalan baginya memasuki dunia auditor. “PPAk FEB UGM banyak memberikannya pembelajaran. Selama studi saya bisa mendapatkan pengalaman praktik di lapangan dengan mengajarkan bagaimana menjadi praktisi yang berintegritas dan profesional dengan penekanan pada dunia auditor. Para mahasiswa diwajibkan mengikuti program magang,” kata Pandu yang sempat menjalani magang di KAP Mahsun, Nurdiono, Kukuh & Partner.
Pandu pun mengaku merasa sangat terbantu dengan program matrikulasi yang diberikan di PPAk UGM untuk menyamakan persepsi dan budaya akademik. Pandu merasakan dukungan dari dosen menjadi faktor penting dalam perjalanan akademiknya. Pandu menyampaikan kesannya akan nilai-nilai FEB UGM. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh pengajar FEB UGM sangat berperan dalam perjalanan akademik dan kariernya. Terutama terkait soal integritas, profesionalisme, objektivitas, dan kepedulian sosial. “Selama belajar di FEB UGM, saya diajarkan untuk menjaga integritas dalam segala hal, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan. Sebagai auditor, objektivitas adalah kunci untuk menjaga keadilan dalam penilaian,” ungkapnya.
Reportase: Shofi Hawa Anjani dan Kurnia Ekaptiningrum/Humas FEB
Penulis : Agung Nugroho