
Tim peneliti Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada mengembangkan rumah ramah lingkungan yang menggunakan bahan kayu laminasi silang. Rumah yang diberi nama Paviliun Cross Laminated Timber (CLT) Nusantara ini juga menggunakan teknologi cerdas dengan bahan kayu lokal jenis Akasia sebagai komponen struktural.
Rumah ini sudah dibuat untuk model percontohan yang berada di area Fakultas Teknik UGM. Selain berbahan kayu, rumah ini pun menggunakan pembangkit listrik tenaga surya secara Hybrid Offgrid yang dilengkapi dengan solar panel dan gel deep cycle battery untuk mengubah energi matahari sebagai sumber listrik zero emission, smart Light Control yang mengatur tingkat pencahayaan lampu LED dalam ruangan sesuai dengan besarnya tingkat pencahayaan alami yang diterima dari matahari dan IoT Smart Garden untuk kontrol penyiraman tumbuhan fasad bangunan secara otomatis.
Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan, Ir. Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D., IPU.,ACPE., salah satu anggota tim peneliti, mengatakan paviliun CLT Nusantara ini menggunakan papan-papan kayu yang disusun secara silang dengan jumlah lapis ganjil. Selanjutnya menggunakan teknologi laminasi untuk merekatkan antar papan kayu. “Kita menggunakan papan-papan kayu berukuran kecil yang mungkin memiliki nilai jual rendah,” katanya, Selasa (8/4).
Soal perekatan dengan lapis ganjil ini, Ali mencontohkan untuk satu papan yang dipasang maka papan lapis kedua dipasang menyilang, dan papan ketiganya akan digunakan. “Kita gunakan lapis yang ganjil, tergantung dari ketebalan akhir yang diinginkan. Nah, tebalnya itu menentukan kemampuan yang bisa didukung oleh papan tersebut,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bangunan rumah yang mereka desain tidak harus menggunakan kolom namun hanya mengandalkan dinding dan lantai CLT saja. Akan tetapi, dinding dan lantai tersebut dijadikan kekuatan strukturnya rumah. “Kita sengaja menggunakan kayu akasia dipilih karena relatif murah, serta mudah diperoleh,” ujarnya.
Untuk melindungi kayu dari paparan matahari dan hujan, tim peneliti menanam tanaman yang dibuat merambat yang berada di sisi depan dan luar rumah. “Dahulu kami pernah mencoba menanam buah markisa, tetapi tidak berhasil. Kemudian saat ini kami menanam oyong dan hasilnya lumayan,”terangnya.
Yang menarik, tanaman tersebut tidak mesti harus rutin disiram namun sudah menggunakan alat sensor yang mampu menyiram secara mandiri. “Jadi tidak perlu meminta staff harus menyiram tiap hari dan bisa otomatis menyirami tanamannya sendiri, sehingga bisa tumbuh subur,” papar Dr. I Wayan Mustika, S.T., M.Eng., anggota tim lainnya.
Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi ini menegaskan rumah model zero emisi ini menjadi percontohkan untuk menerapkan rumah ramah lingkungan yang menggunakan bahan baku terbarukan dan energi terbarukan. “Kita berharap rumah ini tetap mempertahankan sustainability, artinya bahwa bagaimanapun suatu saat kita perlu yang namanya target supaya emisi selalu ditekan, pada akhirnya kita juga harus zero emission dan rumah ini sudah menjadi contoh. Sehingga hal ini bisa kita gunakan sebagai pilot project dan untuk bangunan-bangunan lain,” tuturnya.
Meski ramah lingkungan, Ali Awaludin, mengakui model rumah ramah lingkungan ini tetap memiliki sisi kelemahan terutama dari sisi ketahanan kayu akibat kelembaban hingga serangan jamur. “Kita terus berinovasi untuk lebih mengenali tantangan dan menemukan solusinya untuk membuat lebih baik lagi ke depan,” paparnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson