
Jumlah pekerja informal saat ini semakin bertambah seiring kondisi ekonomi yang belum pulih pasca pandemi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan naiknya ketimpangan jaminan sosial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, porsi pekerja informal mencapai titik terendah dengan 56,64 persen. Namun, pada Februari 2021, terjadi lonjakan signifikan porsi pekerja informal menjadi 59,62 persen. Tren kenaikan berlanjut pada 2022 menjadi 59,97 persen dan mencapai puncaknya pada 2023 dengan 60,12 persen.
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Dr. Hempri Suyatna, menyebutkan badai gelobang PHK yang melanda perusahaan manufaktur akhir-akhir ini menyebabkan banyak orang beralih ke sektor usaha informal sebagai sumber ekonomi penghidupan mereka. “Fleksibilitas sektor informal yang mudah dimasuki karena tidak adanya syarat-syarat tertentu seperti kualifikasi Pendidikan,” jelasnya.
Selain itu, modal yang kecil menurut Hempri menyebabkan banyak para korban PHK menjadikan sektor usaha informal ini sebagai pilihan terutama di bidang perdagangan dan jasa.
Diakui Hempri, fenomena pekerja informal ini memberikan dampak positif maupun negatif terhadap ekonomi negara. Secara positif hadirnya sektor informal ini tentunya akan membantu penyerapan tenaga kerja dan menjadi sumber peluang peningkatan pendapatan dari masyarakat. “Ini artinya sektor ini dapat menjadi sumber peluang peningkatan pendapatan dari warga masyarakat,” ungkapnya.
Namun demikian, makin banyaknya sektor informal ini juga berpotensi untuk mengurangi sumber penerimaan pajak negara, bahkan berisiko tata kawasan yang sering terganggu karena para PKL berjualan di pinggir jalan atau area publik.
Hempri menambahkan dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah khususnya wajib memberikan perlindungan sosial terhadap sektor informal. Hal tersebut dikarenakan mayoritas dari pekerja informal tidak memiliki akses terhadap manfaat jaminan sosial seperti usia tua, kematian, hingga kecelakaan kerja. “Saya kira ini menjadi tantangan dan menghambat produktivitas mereka,” pungkasnya.
Pemerintah diminta untuk mendorong penerapan ekonomi inklusif dimana sektor informal menjadi bagian penting dalam pembangunan basis ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan kebijakan dalam menangani sektor ini perlu memperhatikan karakteristik pekerja informal. “Formalisasi sektor usaha informal seringkali justru mematikan dan menghambat sektor ini untuk berkembang,” jelasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson