
Di tengah perkembangan teknologi, digitalisasi tata kelola keuangan dan perpajakan menjadi kebutuhan mendesak untuk para pelaku UMKM. Selain mampu meningkatkan akurasi data, dengan digitalisasi tata kelola keuangan mampu mempercepat pelaporan, memudahkan analisis, serta membangun kepercayaan pihak eksternal, seperti perbankan dan investor. “Sayang pelaku UMKM masih menghadapi hambatan berupa rendahnya literasi digital, biaya adopsi teknologi, dan resistensi terhadap perubahan,” ujar Dosen Departemen Ekonomi dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Siti, Muslihah, S.E., M.Sc., CMA, Dosen Sekolah Vokasi UGM menyatakan dalam seminar UMKM Class Series #29 dengan tema Tata Kelola Keuangan dan Perpajakan UMKM.di Ruang Sidang 1, DPKM UGM, Rabu (17/9).
Muslihah menandaskan pengelolaan keuangan yang baik merupakan fondasi keberlanjutan usaha. Pencatatan yang sistematis, pemisahan keuangan pribadi dan usaha, serta penyusunan laporan keuangan yang akurat menjadi langkah penting untuk memantau kesehatan usaha, mengambil keputusan strategis, dan membuka akses pembiayaan.
Ia mengutip dari hasil survei memperlihatkan 77 persen pelaku UMKM telah melakukan pencatatan keuangan, tetapi sebagian besar masih menggunakan metode manual dan belum memanfaatkan aplikasi digital. Bahkan hanya 46 persen yang konsisten memisahkan keuangan pribadi dan usaha. “Kondisi ini tentu berdampak pada kemampuan mereka saat mengelola arus kas, menganalisis kinerja, dan merancang strategi pengembangan,” terangnya.
Diskusi UMKM Class Series #29 yang diselenggarakan Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat (DPkM) UGM, selain Siti Muslihah, turut sumbang pemikiran Edy Wahyudi, SE.MM selaku BKP Konsultan Pajak, Bijak Karyamitra Yogyakarta, dan Wahyu Triatmojo, Koordinator Konsultan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan UMKM DIY dengan bertindak selaku moderator Sugiyarto, S.P., M.Sc., dosen Fakultas Pertanian UGM.
Edy Wahyudi menambahkan aspek perpajakan memegang peran penting dalam profesionalisme usaha. Sayangnya, literasi pajak di Indonesia masih rendah, dengan hanya sekitar 50 persen masyarakat paham soal konsep dasar pajak. “Tingkat kepatuhan UMKM terhadap pajak pun, masih menjadi persoalan,” imbuhnya.
Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan bahwa kontribusi pajak UMKM terhadap penerimaan negara hanya sekitar 1,1 persen dari total Pajak Penghasilan pada 2019 atau setara Rp 7,5 triliun. Lebih dari 61 persen pelaku UMKM belum memanfaatkan tarif PPh Final 0,5 persen yang dirancang untuk meringankan beban pajak mereka. “Rendahnya pemahaman, minimnya sosialisasi, serta persepsi negatif terhadap administrasi perpajakan menjadi penghambat utama. Padahal, kepatuhan pajak yang baik tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga memperkuat posisi UMKM di mata investor, mitra bisnis, dan konsumen, sekaligus membuka peluang memanfaatkan insentif pajak,” ungkapnya.
Wahyu Triatmojo optimis dengan manajemen keuangan yang baik, UMKM dapat tumbuh lebih cepat dan memiliki usaha yang lebih sehat. Oleh karena itu, para pelaku usaha membutuhkan wawasan dalam manajemen keuangan agar dapat menyusun strategi pengembangan usaha yang baik.
Direktur Pengabdian Kepada Masyarakat UGM, Dr. dr. Rustamaji, M.Kes mengungkapkan di tengah dinamika ekonomi global, UMKM dituntut untuk lebih efisien dan transparan. Tanpa pencatatan keuangan yang baik, sulit bagi pelaku usaha mengukur profitabilitas, mengendalikan biaya, dan mengidentifikasi peluang pertumbuhan. Begitu pula, tanpa pemahaman perpajakan yang memadai, mereka berisiko terkena sanksi atau kehilangan kesempatan memanfaatkan insentif. “Tantangan ke depan akan semakin kompleks, mulai dari persaingan pasar yang ketat, fluktuasi harga bahan baku, perubahan regulasi perpajakan, hingga tuntutan transparansi dari mitra dan konsumen. Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis untuk meningkatkan literasi dan keterampilan UMKM dalam mengelola keuangan dan perpajakan,” ucapnya.
Penulis : Agung Nugroho