Selaku Ketua Forum Rektor Indonesia periode 2024-2025, Rektor Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. melantik keseluruhan kepengurusan Forum Rektor Indonesia periode 2024-2025. Dalam pelantikan ini sekaligus dilakukan pengukuhan kepengurusan FRI periode 2024-2025 oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof. Dr. rer. Nat., Abdul Haris, M.Sc di Balai Senat UGM, Sabtu (1/6) yang bertepatan dengan hari Lahir Pancasila.
Nurhasan menyampaikan harapannya agar kepengurusan FRI yang baru dilantik dan dikukuhkan mampu menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintah Indonesia mendatang khususnya dalam pengembangan pendidikan tinggi ke depan. Selain itu menyiapkan SDM unggul guna menyikapi bonus demografi yang dimiliki Indonesia untuk Indonesia di tahun 2045.
“FRI merupakan lembaga komunikasi dimana para pesertanya dapat bertukar ide gagasan dan strategi antar pemimpin perguruan tinggi seluruh Indonesia yang memiliki peran strategis dalam memberikan solusi dan saran kepada pemerintah terkait berbagai persoalan bangsa,” ujarnya.
Dia menyampaikan Forum Rektor Indonesia diharapkan mampu menjadi mediator dan fasilitator bagi semua perguruan tinggi untuk bisa maju bersama semua perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri agar bisa maju bersama bukan secara sendiri-sendiri.
“Program-program FPI ke depan kita harapkan lebih nendang tidak standar-standar saja sehingga eksistensi FRI semakin diperhitungkan oleh berbagai pihak,” terangnya.
Harapan senada di sampaikan Abdul Haris selaku Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Semua pengurus FRI periode 2024 2025 diharapkan banyak melakukan kegiatan sebagai upaya untuk memperbaiki dan memperkaya forum kerja dari Forum Rektor Indonesia selama ini. Dengan pelantikan ini, katanya sangat diharapkan seluruh pemimpin perguruan tinggi ini baik PTN maupun PTS untuk dapat terkonsolidasi dalam meningkatkan akses pendidikan tinggi dan juga melakukan pemerataan mutu serta memperkuat relevansi pendidikan tinggi.
Disebutnya para pimpinan perguruan tinggi saat ini masih dihadapkan tiga permasalahan besar yaitu soal masalah akses pendidikan tinggi di Indonesia hanya sekitar 37 persen. Berikutnya persoalan menyangkut kualitas atau mutu dimana ada ketimpangan antara PTS dengan PTN, dan ketimpangan antara PTN antar PTN.
“Saya pikir ini menjadi persoalan yang terus menjadi tugas dari pemerintah untuk terus memperkecil atau mempersempit ruang kesenjangan ini dan yang lebih penting lagi dengan kita memprediksi bonus demografi,” katanya.
Sementara Indonesia dalam 100 tahun dihadapkan masalah yaitu masalah pengangguran terdidik. Tentunya semua pihak ini tidak ingin permasalahan pendidikan tinggi menciptakan lulusan-lulusan yang barangkali tidak ada komunikasi dengan dunia usaha dan dunia industri.
“Saya pikir Forum Rektor Indonesia harus bisa mengedepankan program kerjanya ke arah tiga hal ini paling tidak relevansi yang harus kita bangun. Pemerintah sudah berusaha untuk membuat sebuah program-program terobosan termasuk diantaranya adalah Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sebagai upaya untuk bisa mempersempit kesenjangan. Kita harus banyak ngobrol dengan dunia usaha dan dunia industri sehingga lulusan yang kita ciptakan lulusan yang kita cetak bisa diterima dan sejalan dengan kebutuhan yang ada di dunia usaha dan dunia industri,” terangnya.
Ova Emilia selaku Rektor UGM sebagai tuan rumah berharap semua universitas termasuk, termasuk Universitas Gadjah Mada mempunyai komitmen untuk mendukung dan mendorong pengembangan ilmu pengetahuan agar dapat berdampak bagi masyarakat luas. Dengan begitu mampu meningkatkan layanan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Firsto