
Yandri Chandra (34), nampak sumringah karena sudah terpasang lampung penerang jalan yang dibangun oleh mahasiswa KKN PPM UGM persis di depan rumahnya. Apalagi lampu yang dipasang setinggi 5 meter tersebut menggunakan tenaga panel surya. “Kami berterima kasih banyak dari mereka, bagaimana mereka itu bisa menjadikan nagari ini lebih maju lagi. Jadi, gunanya ini kan juga bermanfaat bagi masyarakat banyak,” kata Yandri usai membantu mahasiswa menggali lubang untuk tiang lampu di Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Sabtu (5/8).
Yandri mengaku, sebelum ada lampu penerangan, jalan di kampungnya cukup gelap bahkan tidak jarang orang terperosok di lubang di jalan setapak yang menggunakan cor blok tersebut. “Kalau malam ini gelap sekali,” ujarnya.
Sebelum memasang lampu tenaga surya ini, mahasiswa KKN sudah melakukan konsultasi dan sosialisasi dengan warga terkait rencana mereka dan mengetahui titik mana saja yang perlu dipasang lampu penerangan jalan tersebut. “Ya, mahasiswa mensurvei titik-titik yang paling gelap ya dan sulit dijangkau sambungan listrik. Kami bersyukur sekali,” katanya.
Kepala Kampung Sungai Nyalo Mudiak Aia Sungai Nyalo, Putra Mayoga, mengatakan pemasangan lampu penerangan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Ia menyampaikan apresiasi kepada kampus UGM yang telah mengirim mahasiswanya ke kampung SUngai Nyalo dengan melaksanakan kegiatan pengabdian yang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. “Warga Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia merasa bangga dan mengucapkan terima kasih yang luar biasa kepada pihak kampus dan sudah mengirim mahasiswanya ke sini. Kita lihat sendiri ada beberapa kegiatan proker yang mereka kerjakan di sini dan berbaur dengan masyarakat, sosial dengan masyarakat, dan kegiatannya lancar semua. Ini adalah salah satu panel tenaga surya yang mereka kerjakan. Kemarin juga banyak kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di sini,” kata Yoga.
Dikatakan Yoga, penerangan jalan selama ini hanya mengandalkan lampu teras dari rumah warga. Dengan adanya lampu penerangan tenaga surya ini semakin membuat kampung nampak terang dan mendukung aktivitas warga di malam hari. “Biasanya kita kan pakai penerangan PLN yang dicolok dari rumah warga terus dipasang di tepi jalan yang dekat dari rumah. Yang jauh dari rumah kan kurang tersentuh dari warga-warga di sini. Ini adalah salah satu solusi dan hal baru yang ada di tempat kita,” katanya.
Muhammad Jati, Mahasiswa KKN PPM UGM dari Prodi teknik Fisika mengatakan pemasangan lampu penerangan jalan ini berangkat permasalahan yang dihadapi warga karena kondisi jalan di kampung yang minim lampu penerangan. “Mereka hanya memanfaatkan lampu-lampu di rumah warga. Sebenarnya ada lampu yang terpasang di tiang, tetapi itu kebanyakan, hampir 90% sudah tidak berfungsi atau mati. Kami disini memasang panel surya ini untuk lebih membuat warga merasa nyaman dan aman seperti itu,” katanya.
Soal pemilihan lampu penerangan dengan tenaga surya, menurut Jati sebagai salh satu bentuk untuk mendukung program transisi energi yang dilakukan oleh pemerintah. Adapun daerah titik pemasangan berdasarkan wilayah atau jalan yang potensial dan sering dilewati oleh warga. “Karena memang pada saat ini, di malam hari itu memang sangat gelap sekali jalan-jalan disini. Jadi kami memilih titik-titik yang sering dilalui warga dan itu sangat gelap,” ujarnya.
Sedangkan untuk jumlah lokasi titik, Jati menyebutkan ada sepuluh titik lokasi pemasangan dimana setiap lampu menggunakan kapasitas daya sebesar 700 watt. Ia menyebutkan biaya dikeluarkan untuk satu titik lampu penerangan ini menghabiskan biaya sebesar 3-4 juta rupiah. “Total biaya ketika dihitung dari proses pengadaan barang dan pemasangan itu kurang lebih sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 Juta. Kita dibantu sponsor dari Perusahaan Gas Negara dan Pusat Studi Energi UGM,” katanya.
Jati berharap dengan adanya lampu penerangan jalan menggunakan tenaga surya ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Selain ramah lingkungan, lampu ini juga tidak membebani ekonomi warga dan minim perawatan.
Selain memasang lampu, mahasiswa KKN PPM UGM juga pengolahan produk teh dari daun karamunting, pelatihan kerajinan batik dari pewarna alami berbahan gambir, pengembangab produk selai, sirup dan jus dari olahan nipah serta abon dari ikan tongkol.
Lulu Putri, mahasiswa prodi Akuakultur, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian menyatakan ide pewarna batik dari gambir berangkat dari potensi di daerah Kampung Mandeh ini itu banyak memproduksi gambir. “Di kabupaten ini, termasuk produsen gambir terbanyak kedua di Provinsi Sumatera Barat. Nah karena itu, saya berpikir bahwa gambir ini jadi potensi yang besar untuk dikembangkan terutama di wilayah Mandeh,” katanya.
Selama ini gambir di Mandeh itu sudah diproduksi untuk skala ekspor berupa dalam bentuk gambir asalan. Harga jualnya juga fluktuatif. Jadi, ketika harganya sedang turun itu masyarakat tidak memproduksi gambir. “Kita berinisiatif untuk membuat inovasi agar meningkatkan nilai jual dari gambir di sini,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Donnie