Sejumlah puisi dibacakan oleh staf pengajar dan mahasiswa UGM pada malam menjelang peringatan HUT ke-78 RI. Tradisi ini sudah memasuki tahun ketujuh sejak digagas dan dirintis semenjak tahun 2017. Adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D selaku penggagas awal yang diteruskan oleh Drs. Heru Marwata, M.Hum sebagai penggerak berikutnya.
Laksono Trisnantoro mengakui sebagai penggagas dirinya tidak fasih dalam hal baca puisi, bermain musik atau menyanyi. Mengaku tidak bisa berkesenian tetapi sangat bisa menikmati produk-produk seni.
“Sama sekali saya tidak bisa main musik, menyanyi atau baca puisi tapi sangat menikmati produk-produk berkesenian,” ujarnya saat memberi pengantar pembacaan puisi di Balairung UGM beberapa waktu lalu.
Dia menyebut produk musik dan puisi jika tidak ada yang mengapresiasi maka akan terasa hampa. Oleh karena itu, menurutnya, penting mengumpulkan orang-orang yang tidak bisa bermusik, bernyanyi dan baca puisi untuk menikmati hasil seni seperti baca puisi.
“Saya kira masyarakat dikatakan berbudaya tinggi kalau bisa menikmati hasil seni seperti musik dan puisi. Zaman Romawi, Yunani Kuno hingga sekarang hanya mereka yang memiliki budaya tinggi yang bisa mengapresiasi seni,” terangnya.
Lakosono Trisnantoro berharap kegiatan semacam ini di UGM akan terus berkembang. Digagasnya kegiatan ini, terangnya, karena melihat UGM tidak memiliki panggung untuk baca puisi.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., memberikan apresiasi atas penyelenggaraan baca puisi dalam rangka tirakatan menjelang Peringatan HUT RI di UGM. Menurutnya tirakatan dapat dimaknai atau perenungan yang berkaitan mengenang perjuangan para pahlawan dalam meraih kemerdekaan bangsa.
Dengan membaca puisi, kata Rektor, hal tersebut sebagai bentuk ekspresi untuk menghargai dan mengingat kembali rasa korsa nasionalisme yang semakin menebal. Oleh karena itu, secara khusus ia menyampaikan terima kasih kepada panitia yang terus mempertahankan acara ini dari tahun ke tahun.
“Terima kasih kepada panita yang telah memungkinkan acara ini dilakukan. Semoga dengan acara ini memberikan kedalaman makna dalam mengartikan kemerdekaan dan juga perjuangan para pahlawan,” katanya.
Beberapa yang berkesempatan naik panggung untuk membacakan puisi antara lain Afnan Malay dengan puisi berjudul Seperti Pantonim, Sri Penny Alifiya Habiba puisi Amanah Kemerdekaan, Sudibyo puisi Bisikan Malam Tentang Pahlawan karya Soekoso DM, Yayi Suryo Prabandari puisi Aku Tulis Pamlet Ini karya WS Rendra, dan Mas Jumadi puisi Dwi Warna.
Yuda Wira Jaya puisi Api Perjuangan bersama Irwan DK, Irwan Dwi Kustanto puisi Angin Pun Berbisik dan Kerajaan Langit karya Iwan DK berkolaborasi dengan Yuda Wira Jaya, Darwito puisi Cangkem, Tadkiroatun Musfiroh puiai Panglima Hoaks, dan Arie Sujito.
Gandes Retno Rahayu puisi Bagaimana Aku Menirumu, O Kekasihku karya KH Mustofa Bisri, Hari Palguna puisi Aku Tak Mau Pulang, Siti Murtiningsih puisi Pahlawanku karya M. Yamin, Acep Yonny puisi Gugur karya WS Rendra, dan Novi Indrastuti puisi Panji Gula.
Cak Choi Irul, Savitri Damayanti tampil geguritan, R. Toto Sugiharto puisi Tanah Air Mata karya Sutardji Calzoum Bachri, Nadia Puti Dianesti puisi Selamat Pagi Indonesia karya Sapardi Djoko Damono dan Wahjudi Djaja puisi Sajak Sahun karya Wahjudi Djaja.
Arif Nurcahyo puisi Tanda Merdeka, Sang Kompiang Wirawan puisi Ibu & Gadjah Madaku, Retno Widowati puisi Merdeka Indonesiaku karya Rodiyah Allahuan, Aprinus Salam puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar, dan Heru Marwata puisi Komunikasi dan Silaturahmi karya STB HM, serta dilakukan pembacaan renungan dan doa oleh Prof. Dr. Fadlil Munawwar Manshur.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Novi Indrastuti (facebook)