Banjir melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Demak, Jawa Tengah dan sekitarnya. Bahkan banjir kian meluas sejak beberapa hari terakhir. Bencana banjir kali ini tidak sedikit yang mengaitkan dengan kemunculan kembali Selat Muria.
Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Salahuddin Husein, S.T., M.Sc., Ph.D., mengatakan bahwa Selat Muria di Jawa Tengah tidak akan muncul kembali. Meskipun dari aspek geologi wilayah Demak, Juwana, dan Pati awalnya merupakan Selat Muria yang berubah menjadi dataran rendah di sekitar abad 10 hingga 15.
“Terbentuknya daerah tersebut karena adanya sedimen yang terbawa saat banjir yang berulang,” tuturnya, Senin (25/3).
Menurutnya, Selat Muria tidak akan muncul lagi karena proses geologi berupa erosi Lajur Perbukitan Kendeng dan Lajur Perbukitan Rembang karena proses geologi berupa erosi kedua lajur perbukitan oleh jejaring Sungai Tuntang, Sungai Serang, dan Sungai Juwana masih terus berlangsung hingga saat ini serta membawa sedimen yang cukup tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan pendangkalan di Selat Muria.
“Wajar kalau banjir terjadi berulang. Ini bukan hal aneh karena dataran rendah tersebut terbentuk karena luapan banjir,” jelasnya.
Salahuddin Husein menyampaikan bahwa proses sedimentasi sungai pada umumnya berlangsung saat banjir yang mengakibatkan endapan sedimen tersebut mengumpul sebagai dataran limpasan banjir. Wilayah Demak, Pati, dan Juwana merupakan dataran rendah hasil dari sedimentasi banjir dari Sungai Tuntang, Sungai Serang, dan Sungai Juwana. Dengan kata lain, Selat Muria menghilang dan menjadi dataran rendah seperti saat ini karena banjir di ketiga sungai tersebut.
“Secara geologis tidak usah khawatir Demak dan sekitarnya akan jadi laut lagi karena banjir yang berulang ini membawa sedimen yang membentuk dataran rendah,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menuturkan adanya faktor perubahan lingkungan terutama lahan dampak dari pertumbuhan pemukiman yang begitu di wilayah dataran rendah bekas Selat Muria berdampak secara geologis. Dampak geologis yang ditimbulkan salah satunya berupa pemadatan lahan untuk pendirian bangunan maupun penggunaan air tanah membuat tanah menjadi kompak, padat, dan agak turun. Hal ini menyebabkan daerah Demak, Pati, dan Juwana rentan banjir, terlebih di tengah meningkatnya bencana hidrometeorologis yang terjadi saat ini.
Salahuddin menambahkan hujan dengan intensitas tinggi dan terus menerus berpotensi meningkatkan debit air di wilayah hulu sungai. Dampaknya terjadi banjir ekstrim dan akan surut selama berhari-hari.
Untuk mengantisipasi terjadinya banjir ekstrim di Demak dan sekitarnya, Salahuddin memandang pemerintah perlu mengkaji ulang kapasitas tanggul yang disesuaikan dengan jika terjadi potensi banjir ekstrim. Dengan begitu diharapkan sungai-sungai tersebut mampu membawa lebih banyak lagi debit air hujan tanpa harus menyebabkan banjir.
“Upaya normalisasi sungai memang sudah dilakukan, tetapi kedepan perlu dilakukan redesain dengan menyesuaikan kondisi saat ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, Salahuddin menyebutkan perlu adanya upaya pengawasan dan perawatan tanggul secara berkala. Langkah ini diharapkan dapat mencegah tanggul longsor di sejumlah titik yang bisa menyebabkan pendangkalan sungai. Sebab, pendangkalan sungai akan mengakibatkan kapsitas tanggul menjadi berkurang.
Penulis: Ika
Foto: Tribunjateng/Rezanda Akbar