Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM RI, Prof. Eniya Listiani Dewi, mengatakan pemerintah menargetkan Indonesia akan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat. Menurutnya, beberapa langkah yang kini diambil pemerintah untuk mendorong percepatan transisi energi, yakni ketersediaan sumber daya (availability), kemudahan distribusi (accessibility), keterjangkauan harga (affordability), dan penerimaan masyarakat (acceptability). “Indonesia tidak hanya fokus pada pengembangan energi terbarukan, tetapi juga pada integrasi dengan smart green system, terutama di wilayah yang masih bergantung pada energi diesel,” jelasnya saat menjadi pembicara kunci dalam 1st International Conference on Sustainable Energy (ICoSE) 2025, Kamis (7/11) di Ballroom Teaching Industry Learning Center (TILC) Building Sekolah Vokasi UGM
Dalam kesempatan itu, Dirjen menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi sebesar 23 GW, terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat yang membawanya berpeluang menjadi pemimpin global dalam implementasi energi panas bumi.
Konferensi ICoSE kali ini berkolaborasi dengan mitra dari berbagai universitas, seperti University of Chile (Chile), UiTM Sarawak Branch (Malaysia), dan didukung ANSO (Alliance of International Science Organizations). Konferensi ini menjadi wadah pertukaran gagasan dan riset terbaru dalam bidang energi berkelanjutan di Indonesia. Kolaborasi lintas fakultas ini diharapkan dapat memperkuat peran UGM dalam mendukung sinergi akademik, industri, dan pemerintah dalam mendorong inovasi energi hijau di Indonesia.
Dr. Silvi Nur Oktalina, Dosen Program Studi Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi UGM, mengatakan Indonesia memiliki potensi biomassa sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi biomassa di Indonesia mencapai 30 gigawatt (GW). “Tantangannya terdapat di biaya produksi dan kesiapan teknologi,” katanya.
Wakil Rektor UGM Bidang Perencanaan, Aset, dan Sistem Informasi, Arief Setiawan Budi Nugroho, S.T., M.Eng., Ph.D. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa transisi energi bukan hanya sekadar perubahan teknologi, tetapi juga transformasi sosial yang memerlukan inovasi kebijakan, perubahan perilaku, dan kolaborasi yang kuat antara akademisi, industri, dan pemerintah.
“Perguruan tinggi memiliki peran vital sebagai produsen pengetahuan, inovator, dan katalis bagi pembuat kebijakan. Saya harap konferensi ini dapat memberikan inspirasi solusi baru bagi masa depan energi yang berkelanjutan,” katanya.
Seperti diketahui, Konferensi internasional yang brlangsung 2 hari, 6-7 November ini bertujuan untuk merespons kebutuhan global untuk mempercepat peralihan menuju energi bersih dan mencapai target Net Zero Emission tahun 2050, sejalan dengan komitmen Paris Agreement. Indonesia memiliki peran strategis dalam upaya global tersebut.
ICoSE 2025 menjadi wadah bagi akademisi, pelaku industri, dan masyarakat sipil untuk berdiskusi tentang energi berkelanjutan yang inovatif. Kegiatan ini difokuskan pada empat klaster, yakni Upstream Downstream Innovation for Just Energy Transition, Energy Transition and Regional Development, Biodiversity Conservation in the Net-Zero Agenda, serta Mastery of Technology for Renewable Energy.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Salwa dan Freepik
