Beberapa waktu lalu, puluhan peternak sapi di Boyolali dan Pasuruan melakukan aksi membuang susu di Tempat Pembuang Akhir (TPA) dan di pinggir jalan lantaran Industri Pengolahan Susu (IPS) tidak mampu menyerap susu yang dihasilkan dari banyak peternakan susu. Meski sudah dimediasi oleh Kementerian Pertanian antara petani dan pengusaha IPS namun menunjukkan fakta yang ironis di tengah upaya Pemerintah menggalakkan program makan dengan menu bergizi dan minum susu gratis, yang seharusnya meningkatkan kesempatan peternak sapi di Indonesia untuk berkembang.
Dosen Fakultas Peternakan UGM Prof. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D, menyesalkan kondisi kurangnya penyerapan produk susu dari peternak lokal oleh IPS. Hal itu dikarenakan pemerintah telah membuka keran impor susu yang lebar untuk produk impor susu, sehingga memungkinkan IPS dapat melakukan impor produk susu secara besar-besaran dari luar negeri. Akibatnya penyerapan produk susu lokal berkurang dengan alasan kualitas susu yang kurang baik.
Widodo mengakui bahwa tingkat daya saing produk susu dalam negeri sangatlah kurang dibandingkan dengan produk susu dari luar negeri. Ditambah susu yang diimpor dari luar negeri seringkali memiliki harga yang murah dengan kualitas yang tinggi. Ia mencontohkan, produsen dari luar negeri seperti Australia dan Selandia Baru mendapat subsidi dan dukungan fasilitas yang lebih banyak dari pemerintah mereka. Selain itu, jumlah susu yang surplus melebihi kebutuhan negara-negara asing tersebut, turut mempengaruhi harga susu yang diproduksi. “Hambatan utama bagi peternak sapi perah dan produsen susu adalah daya saing kompetisi dengan produk susu luar negeri yang memiliki kualitas baik dan harga yang relatif lebih murah. Di banyak negara maju produksi bahan pangan termasuk susu lebih efisien, mendapatkan berbagi subsidi dari pemerintahnya, baik subsidi produksi maupun subsidi untuk ekspor,” jelasnya.
Sekilas, impor dari luar negeri terlihat sebagai suatu hal yang baik, terutama karena aktivitas dagang ini dapat menghadirkan susu dengan kualitas yang bagus di untuk masyarakat dengan biaya operasional yang murah untuk pengusaha. Akan tetapi, imbuhnya, apabila ditelisik lebih jauh lagi, hal ini dapat menghancurkan mata pencaharian para peternak sapi di Indonesia. Pasalnya, membanjirnya susu impor yang dapat menyebabkan produk susu dalam negeri kalah saing dengan produk susu dari luar negeri. “Masalahnya kalau itu tidak dilindungi Petani dan peternak kita suruh kemana? Lama-lama kita jadi negara konsumen. Kalau sudah ketergantungan akan sulit, bayangkan tiba-tiba mereka stop ekspornya,” paparnya.
Menurut Widodo, seharusnya pemerintah tidak hanya memperhatikan industri susu dari perspektif pengusaha, akan tetapi juga perspektif dari para peternak sapi. Karena tugas utama dari pemerintah negeri ini adalah untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara yang tinggal di Indonesia. Terlebih lagi, menurut Widodo kualitas produk susu di Indonesia sebenarnya mayoritas sudah bagus, dan sebenarnya kualitas susu di Indonesia tidak bisa dijadikan alasan untuk membuka keran impor secara besar-besaran. “Secara umum kualitas bukan masalah. Masalahnya ada di tata kelola susu nasional yang membiarkan susu impor mendominasi pasar domestik,” ungkapnya.
Widodo menyebutkan terdapat beberapa opsi yang disarankan untuk diterapkan dalam kebijakan pemerintah guna melindungi produsen susu lokal. Pertama, meningkatkan tarif untuk produk impor susu. Kedua, menaruh batas minimum penyerapan susu lokal yang harus dipenuhi IPS, dengan begitu produk susu lokal akan dapat terserap dengan lebih baik dan lebih merata di Indonesia. “Makanya harusnya bentuk perlindungan praksis pemerintah itu membuat aturan bagi mereka yang diberi lisensi untuk mengimpor, harusnya diberi kewajiban membeli dari peternak lokal,” katanya.
Ia berharap supaya fenomena ini tidak terjadi lagi dan supaya nasib para petani dan peternak di Indonesia nasibnya makin terjamin dan dilindungi oleh negara. “Jangan terulang lagi dan itu harus dikawal supaya produsen pangan, saya selalu bicara produsen pangan itu yo peternak, petani lebih luas. Itu mereka bisa hidup dari situ,” pesannya.
Penulis : Hanif
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik