Dewan Guru Besar UGM kembali menyelenggarakan diskusi bulanan Pemikiran Bulaksumur #29 yang mengangka tema Tantangan Presiden Mendatang: Kemaritiman dan Kedaulatan. Dalam kegiatan yang berlangsung Rabu (27/12) secara daring ini menghadirkan sejumlah pakar UGM di bidang kemaritiman dan kedaulatan.
Salah satunya adalah Guru Besar Hukum UGM, Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LLM. Dalam diskusi tersebut ia menyebutkan Indonesia telah memiliki tata kelola hukum dan kelembagaan yang cukup baik dalam konteks hukum kemaritiman. Namun begitu, hal tersebut belum cukup untuk menanggulangi isu-isu yang tercantum dalam roadmap pembangunan kemaritiman.
Salah satu isu kemaritiman tersebut adalah belum terselesaikannya perundingan batas negara. Selain itu, belum optimalnya daerah pesisir dan pulau-pulai kecil. Lalu, sektor keamanan laut masih banyak kasus yang terjadi di laut Indonesia seperti ilegal fishing, porompakan
“Masih ada isu kebencanaan yang belum menjadi perhatian pemerintah (Sea-Leel Rises),”imbuhnya.
Menurutnya, ke depan Indonesia harus sudah menguatkan infrastruktur maritim yang bertumpu pada IPTEK. Hal tersebut dibarengi dengan penyelesaian target-target yang belum terselesaikan pada roadmap dan isu kemaritiman sebelumnya.
Sementara Guru Besar FISIPOL UGM, Prof. Drs. Purwo Santoso, MA. Ph.D., memandang saat ini Indonesia masih belum berhasil mendudukan kemaritiman sebagai kerangka berpikir ideologis.
“Saat ini kita belum seksama, ada kegagalan untuk mendudukan kemaritiman sebagai kerangka berpikir ideologis. Kalau ingin berketahanan nasional warga negara harus disadarkan,”tuturnya.
Disamping itu, Purwo juga menyoroti tentang penguatan perbatasan. Langkah untuk menjalin kolaborasi internasional di daerah perbatasan sangat dibutuhkan untuk menunjukkan kedaulatan bangsa. Kerja sama tersebut nantinya perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan aturan maupun regulasi yang jelas.
Guru Besar UGM lainnya, Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., dalam kesempatan itu menyoroti tentang penguatan kewarganegaraan. Penguatan kewarganegaraan Indonesia terhadap geopolitik dan geostrategi perlu dilakukan melalui pendidikan fromal, informal, dan non formal sejak usia dini hingga usia perguruan tinggi. Hal itu perlu dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif dengan SDM dan kelembagaan yang berkualitas.
“Penanaman pola pikir dan pola sikap sebagai WNI ini menurutnya perlu disesuaikan dengan konteks kekinian dan ke depan, metode penyampaian, asesmen yang up to date, serta infrastruktur dan penganggaran yang memadai,”urainya.
Penulis: Ika