Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada terus mendorong pusat pengembangan filsafat nusantara dari berbagai daerah di Indonesia. Sebab, pemikiran filsafat nusantara dari banyak tokoh belum banyak digali dan ditulis. Selain sebagai bahan riset juga bisa dipublikasikan kepada publik. Pemikiran filosofis para tokoh seperti Ki Ronggo Warsito, Ki Ageng Suryomentaram, RMP Sosrokartono, Airlangga, Mahapatih Gajah Mada, Sultan Agung, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Pattimura, potensial digali lebih mendalam.
Peneliti Laboratorium Filsafat Nusantara, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Dr. Heri Santoso, mengatakan pemikiran para tokoh dan pahlawan nasional ini penting untuk digali dan dicarikan relevansinya bagi kondisi kekinian. Selain untuk kepentingan pendidikan, pemikiran tersebut diharapkan bisa mendorong kajian yang lebih banyak tentang filsafat nusantara. “Kita perlu melakukan penggalian lebih mendalam,” ujar Heri dalam keterangannya kepada wartawan Selasa (28/11) di Kampus UGM.
Selain pemikiran para tokoh, Heri menyampaikan eksplorasi kekayaan filsafat dan kearifan lokal nusantara bisa dilakukan penggalian secara geografis dengan melakukan kategorisasi wilayah berdasarkan eksplorasi filsafat dan kearifan lokal masyarakat dari rumpun Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Lombok, Bugis, Dayak, Ternate Tidore, Papua sehingga bisa dijadikan representasi kekayaan filsafat dan budaya Nusantara. “Eksplorasi juga dapat dilakukan melalui penggalian filsafat dan kearifan lokal yang terkandung dalam budaya, religi dan agama yang telah berkembang di nusantara, dari zaman dulu hingga saat ini,” ujarnya.
Disamping itu, kegiatan eksplorasi juga dapat dilakukan melalui pendekatan filsafat umum atau melalui cabang-cabang kefilsafatan seperti filsafat hidup, metafisika, epistemologi, kosmologi, filsafat ketuhanan, antropologi, etika, dan estetika.
Pada Simposium Nasional Filsafat Nusantara yang digelar Fakultas Filsafat UGM dengan tajuk “Pemikir dan Pemikiran Filsafat Nusantara serta Kontribusinya bagi Dunia”, Sabtu (25/11) lalu, salah satu pembicara dalam simposium tersebut adalah penulis dan budayawan, Irfan Afifi, S.Fil. Menurutnya, falsafah masyarakat Indonesia sebenarnya bukanlah filsafat seperti yang ada dalam tradisi Barat. Melainkan semacam pandangan hidup masyarakat lokal Indonesia yang bertahan hingga sekarang. “Falsafah model inilah, barangkali yang dulu diklaim sebagai bahan yang digali oleh Soekarno dalam melahirkan Pancasila. Falsafah atau pandangan dunia ini tidak pernah terpisah dengan pandangan dunia agama yang ada di Indonesia,” katanya.
Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Dr. Lasiyo, MM., mengatakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa merupakan salah satu dari hasil penggalian dari kajian filsafat nusantara yang dulunya merupakan salah satu faham yang berkembang di era kerajaan Majapahit. Falsafah ini pada waktu itu dikembangkan untuk mengatasi munculnya keragaman dan fanatisme agama di kalangan umat Hindu dan Budha. “Sekarang ini lewat semboyan itu kita diajak bersatu dalam pengabdian pada negara,” katanya.
Dosen Filsafat UGM, Dr. Rizal Mustansyir, M.Hum., menuturkan Filsafat Nusantara merupakan segala warisan pemikiran asli yang terdapat dalam adat-istiadat dan kebudayaan semua kelompok etnik di Nusantara. Hasil pemikiran itu muncul dalam berbagai bentuk seperti Babad Tanah Jawi, Serat Pujangga Jawa dan karya tulis lainnya dari tokoh pada masa Pra-Kemerdekaan seperti Ranggawarsita, Mangkunegara IV, Sosrokartono, Raja Ali Haji dan Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi.
Sementara Rektor ISI Padang Panjang, Sumatera Barat, Dr. Febri Yulika, S.Ag. M.Hum., menyampaikan salah satu hasil pemikiran tokoh feminisme dari tanah Minang yang perlu digali lebih mendalam adalah pemikiran Rahma El-Yunusiyah yang hidup pada tahun 1900-1969. Menurutnya, tokoh perempuan asal minang ini pada masanya memperjuangkan soal hak-hak kaum perempuan tanpa menghapus kewajiban perempuan sebagai ibu rumah tangga, keterampilan memasak dan menjahit, Melalui pendidikan, Rahma mengelola sekolah madrasah pada tahun 1923. “Ia mendorong meningkatkan derajat kaum perempuan lewat pengetahuan umum, agama dan Bahasa Arab yang disesuaikan dengan karakter kewanitaannya,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson