Bagi pemilih pemula, pemilu 2024 menjadi pengalaman pertama bagi mereka untuk memilih calon pemimpin di eksekutif maupun legislatif. Namun begitu, bagi pemilih pemula terutama di kalangan mahasiswa, memiliki aspirasi yang ingin mereka sampaikan kepada calon pemimpin yakni adanya biaya pendidikan terjangkau dan ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi harapan besar dari pemilih muda pada calon pemimpin yang terpilih nantinya.
Linda Kristiani Sianturi, mahasiswa Fakultas Hukum, mengatakan dirinya yang kini beranjak umur 19 tahun mengaku pemilu kali ini menjadi pemilu pertama bagi dirinya untuk bisa menggunakan hak suara. Ia mengaku selalu mengikuti agenda debat capres dan cawapres yang disiarkan oleh media nasional. Namun sebaliknya, ia mengaku kesulitan untuk mengikuti perkembangan dari kampanye calon anggota legislatif akibat ruang yang diberikan tidak sebesar seperti pilpres.
“Untuk pileg, umumnya mahasiswa kurang memperhatikan. Yang lebih diperhatikan justru pilpresnya. Padahal, peran anggota legislatif nantinya sangat penting berkaitan dengan kebijakan yang dampaknya dirasakan oleh rakyat seperti membuat UU, mengawasi pemerintah termasuk kenaikan soal pajak juga menjadi perhatian dari legislatif,” kata Linda dalam Diskusi Pojok Bulaksumur UGM yang bertajuk Membidik Program Capres-Caleg di Mata Pemilih Pemula, Kamis (25/1) di selasar tengah, Gedung Pusat UGM.
Soal aspirasi pemilih pemula untuk calon pemimpin baik di eksekutif dan legislatif, Linda mengusulkan adanya program biaya pendidikan terjangkau yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. “Kita ingin biaya pendidikan yang terjangkau agar semua golongan bisa memiliki akses. Saya ketemu teman adik kelas saya di SMA, mereka mengeluh pengin sekali kuliah karena tidak bisa. Kenapa? Ayah saya tidak bekerja dan ibu kerja serabutan dan tidak punya biaya cukup untuk kuliah,” kata Linda menirukan ucapan sahabatnya.
Apa yang ditemukannya, menurut Linda menjadi kenyataan yang dialami oleh anak muda lulusan sekolah menengah atas yang tidak bisa melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya.
Selain itu, Linda juga mengusulkan agar pemerintah juga memperhatikan soal ketersediaan lapangan pekerjaan baru karena sulitnya anak muda untuk mendapatkan pekerjaan. Menurutnya, banyak lulusan sarjana baru saat ini susah mendapat pekerjaan. Kalau pun ada lowongan, banyak yang mensyaratkan sudah punya pengalaman 2 sampai 5 tahun, bagaimana sarjana yang baru lulus bisa mendapat kerja jika seperti itu,”imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, Laksito Lintang (22) yang menginginkan aspirasi mahasiswa juga dibawa oleh calon pemimpin baik di eksekutif maupun legislatif. “Usulan saya sebagai mahasiswa, sebaiknya ada program pendidikan gratis dan kemudahan bagi kita mendapatkan pekerjaan bagi lulusan yang punya pengalaman aktif berorganisasi atau magang kerja,” katanya.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur, SIP., M.A., mengatakan pada pemilu 2024 ini masyarakat saat ini lebih banyak menyoroti dinamika pilpres dibandingkan pada pemilihan legislatif. “Kondisi ini menjadi tantangan kita agar pileg sebaiknya diberikan ruang yang lebih besar proporsinya agar pemilih bisa mengetahui rekam jejak caleg baik incumben maupun pendatang baru. Selain itu, anak muda yang terpilih di pileg umumnya berasal dari keluarga yang sudah lama berkecimpung di dunia politik atau sudah memiliki modal,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Firsto